NGORO ~ Oknum Sekretaris Desa (Sekdes) Watesnegoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa Timur tidak patut dicontoh, dan seharusnya sebagai pejabat publik harus bisa memberi pelayanan pada masyarakat yang baik dan memberi contoh yang baik, etika, responsif kepada wartawan.
Sekdes Watesnegoro saat ditemui dikantornya, menunjukkan sikap yang kurang baik dan berusaha menghindar, saat ditanya permasalahan surat somasi, Sekdes malah meninggalkan ruang kerjanya, dan meninggalkan Kantor Balaidesa Watesnegoro. Wartawan media ini sudah beberapa kali hendak menemui Sekdes, tapi Sekretaris Desa tersebut selalu menghindar dan menunjukkan sikap yang kurang bersahabat dengan Wartawan. Beberapa kali juga wartawan media ini menghubungi lewat WA namun tidak pernah dibalas. Pejabat publik selaku abdi masyarakat, pelayan Masyarakat, semestinya harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan yqng baik kepada masyarakat dan bisa berkerja sama dengan para jurnalis.

Bermula dari viralnya pemberitaan tentang dugaan pungutan liar (PUNGLI) yang dilakukan oknum Sekretaris Desa (Carik) diduga melakukan pelanggaran hukum berupa pungli pada masyarakat Dusun Glatik Desa Watesnegoro, dalam penjualan tanah, yang mana warga dimintai uang administrasi sebesar 5 persen dengan dalih untuk admin Desa. Dalam hal ini LSM Gerakan Peduli Kelestarian Lingkungan Hidup, (GPK-LH) mewakili korban telah melayangkan surat Somasi Ke Sekdes Watesnegoro, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjawab secara lisan/tertulis dalam tempo 7 kali 24 jam.
Menurut sumber, warga korban pemerasan/pungli saat terjadi saat warga menjual tanah Dusun Glatik Desa Watesnegoro Kecamatan Ngoro yang saat ini sedang dalam pembangunan Pabrik, pemerasan/pungli, dilakukan oleh Sekdes Watesnegoro bersama salah satu oknum anggota LPM dan anak mantan Kades,
Lebih lanjut dijelaskan oleh korban, setiap warga (red), yang menjual tanahnya dikenakan biaya 5 persen, Dan saya duga itu pungli karena tidak ada aturan yang mengatur kemudian uangnya tidak masuk ke kas Desa/Negara,” ungkapnya kepada wartawan media ini.
Salah seorang warga Dusun Glatik yang mendapatkan pembayaran lahan yang saat ini dibangun mengaku ada perangkat Desa meminta uang administrasi 5 persen dari total uang jual beli kurang lebih 15 miliar.
Menanggapi hal itu, beragam reaksi dan komentar warga Dusun Glatik Desa Watesnegoro, bermunculan atas peristiwa pemerasan/pungutan liar yang dilakukan perangkat Desa. Saya minta pihak yang berwenang untuk segera menyelidiki kasus ini serta APH bisa membuka seterang-terangnya apa yang ditudingkan kepada Sekdes Watesnegoro. “Harus diselidiki kebenarannya, kami serahkan kepada pihak berwajib benar atau tidaknya hal tersebut,” ungkap salah satu warga.
Senada dengan MM, warga lain juga meminta APH mengungkap fakta sebenarnya, “Harus dibuka dan diungkap benar atau tidaknya, kalau tidak ada fakta seperti itu mana mungkin sampai jadi pembicaraan di masyarakat Desa Watesnegoro. Jadi ini harus diungkap fakta sebenarnya, kemana uangnya,” tegas warga.
“Jangan mentang-mentang jadi perangkat Desa (Sekdes), jabatan disalahgunakan atau sewenang-wenang mengaku itu haknya, padahal mungkin itu hak Desa untuk pembangunan Desa, bukan untuk memperkaya diri.
Dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat 1. Terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun. Saya bersama warga Dusun Glatik, Desa Watesnegoro akan meminta Lembaga Bantuan Hukum dan LSM, untuk bersama-sama melaporkan kasus ini ke Polres Kabupaten Mojokerto dan Kejari Mojokerto,” terangnya.
Wahib Sekretaris Desa Watesnegoro, saat ditemui wartawan media ini, untuk mengkonfirmasi surat somasi dari warga Dusun Glatik, jawaban Sekdes dengan nada pendek “masalah itu saya serahkan ke pengacara saya” sambil beranjak keluar dari ruang kerjanya, dan meninggalkan Kantor Balai Desa. (har)