Bali Indonesia ~ Ada dua hal yang menjadi prinsip dan ciri moderasi beragama yang pada hakikatnya merupakan ajaran agama itu sendiri. Pertama adalah adil yakni harus melihat secara adil dua kutub yang ada dan kedua adalah berimbang dalam melihat persoalan yang ada. Artinya memahami teks harus sesuai dengan konteks, memahami konteks harus sesuai dengan teks.

Agama mengajarkan kasih dan sayang serta ikhlas yang hakiki. Kemudian apa yang menjadi parameter dan tolok ukur dari moderasi beragama sehingga bisa merangkul pemahaman ekstrem kembali ke posisi moderat dengan tidak menyingkirkan, menyalahkan, ataupun mengkafir-kafirkannya?

Jawabannya adalah kemanusiaan yang memang menjadi inti dari beragama itu sendiri.

Netti menjelaskan saat Ajang dunia iesf team Palestina menyematkan syal Palestina untuk dirinya,hal itu dibenarkan Abdul ujarnya via wa,jurnalis netti memang layak menerimanya karena saya diBali cuma satu ketemu perempuan muslim berprofesi jurnalis.
Jadi, jika ada orang yang memahami ajaran agama dan mengatasnamakan agama namun merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan, apalagi menghilangkannya, maka ini sudah dipastikan berlebih-lebihan.

Dalam konteks Indonesia, komitmen kebangsaan harus ditegaskan kembali karena bagaimanapun juga keutuhan bangsa yang menjadi tempat umat beragama mengartikulasikan agama harus senantiasa terjaga keamanan dan kedamaiannya. Tidak boleh atas nama agama merusak sendi-sendi kehidupan dan kedamaian berbangsa. Kedamaian dalam sebuah bangsa menjadi syarat dalam kenyamanan mengimplementasikan nilai-nilai agama.

Selain itu penting juga mengakomodasi ragam budaya lokal bangsa yang memiliki kekayaan khazanah dalam memahami agama. Seseorang harus senantiasa melihat budaya yang ada. Jika pun secara prinsip ada budaya yang bertentangan dengan inti pokok ajaran agama, maka harus melakukan pendekatan persuasif. Karena agama tidak bisa dibawakan dengan cara-cara kekerasan. (net*)

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *