Bekasi – seputar indonesia.co.id – Gelombang kritik terhadap pengelolaan Dana Desa kembali mencuat di Desa Sumbersari, Kecamatan Pebayuran. Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sumbersari (FORMASI) menyuarakan keprihatinan serius atas minimnya transparansi anggaran serta dugaan pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan proyek desa, Sabtu (13/12/2025).
Warga menilai pengelolaan Dana Desa semakin tidak terbuka dan jauh dari prinsip akuntabilitas. Dugaan kuat mengarah pada keterlibatan langsung Kepala Desa dalam pengerjaan proyek fisik, sebuah praktik yang dinilai menyalahi aturan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Dugaan Pelanggaran Prosedur Proyek Desa
Fokus utama protes warga adalah dugaan bahwa Kepala Desa Sumbersari terlibat langsung sebagai pelaksana proyek, bukan hanya sebagai pengawas atau pengambil kebijakan. Padahal, sesuai regulasi, Kepala Desa tidak diperkenankan menjalankan pekerjaan teknis proyek yang dibiayai Dana Desa.
“Kepala desa tidak boleh mengerjakan proyek secara langsung. Ada aturan yang melarang konflik kepentingan demi menjaga transparansi dan akuntabilitas,” tegas salah satu anggota FORMASI.
Warga menegaskan bahwa posisi Kepala Desa seharusnya terbatas pada fungsi pengawasan dan pengambilan keputusan. Sementara pelaksanaan teknis proyek wajib diserahkan kepada Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), pihak penyedia jasa, atau kelompok masyarakat yang ditunjuk secara resmi.
Papan Proyek Dinilai Tidak Sesuai Fakta
Kecurigaan warga semakin menguat setelah ditemukan ketidaksesuaian antara papan informasi proyek dan pelaksanaan di lapangan. Meski nama TPK tercantum pada papan proyek, warga mengklaim bahwa pengerjaan fisik justru dilakukan langsung oleh Kepala Desa.
“Kalau di papan proyek tertulis TPK, tapi yang mengerjakan kepala desa sendiri, itu jelas menyalahi aturan,” ungkap peserta diskusi warga.
Potensi Pelanggaran Regulasi
FORMASI menilai praktik tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 31 ayat (1), yang melarang kepala desa melakukan tindakan yang menimbulkan konflik kepentingan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 17, terkait asas kepatutan dan kewajaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Pasal 22, tentang larangan konflik kepentingan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, Pasal 7, yang menegaskan larangan keterlibatan langsung kepala desa dalam proyek desa.
Apabila terbukti melanggar, kepala desa dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
Warga Tuntut Keterbukaan dan Salinan LPJ
Masyarakat Desa Sumbersari kini secara terbuka menuntut keterbukaan informasi publik terkait penggunaan Dana Desa. Warga mengaku kesulitan memperoleh informasi detail terkait anggaran dan pelaksanaan kegiatan desa.
“Pengelolaan dana desa sekarang terasa semakin tidak jelas. Jika perlu, kami akan meminta salinan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Itu hak kami sebagai warga,” tegas anggota FORMASI.
Selain LPJ, warga juga mempertanyakan kejelasan dokumen perencanaan penting seperti Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) serta struktur kepengurusan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan.
BPD Diminta Bertindak
Sebagai langkah lanjutan, warga berencana menempuh jalur formal dengan melayangkan surat resmi kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Surat tersebut akan berisi tuntutan agar BPD menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal dan meminta klarifikasi atas dugaan penyimpangan yang terjadi.
Warga menegaskan, jika transparansi tidak segera dibuka, maka persoalan ini akan terus dikawal dan dibawa ke tahapan yang lebih tinggi sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
(Red)








