Beranda ยป Carut-Marut Wartawan Rangkap Jabatan,Tabrak UU Pers dan KEJ, Katanya Wartawan Kok Ga Tau Aturan?

Purwakarta – Seputarindonesia.co.id – Belum lama ini sempat viral seseorang berinisial R yang katanya berprofesi sebagai wartawan namun MERANGKAP jabatan sebagai PLT Direktur PDAM di Purwakarta, Jawa Barat. Pasalnya, R yang mengaku memiliki sertifikasi UKW “wartawan utama” dari Dewan Pers tersebut terdengar begitu arogansi ketika dimintai klarifikasi terkait soal isu yang beredar tentang dirinya.

Terlepas dari itu semua, yang menjadi sorotan disini bukan isu tentang kasus R, namun sikap arogansi yang sombong dan bahasa R yang dinilai tidak beradab ketika bercakap via telfon dengan salah satu wartawan yang mengklarifikasinya.

R dengan pongahnya menantang “duel” sang wartawan lain ketika ditanya tentang isu yang mencatut namanya. Kata-kata R terdengar kurang pantas sebagai seseorang yang notabenenya mengaku juga seorang wartawan yang MERANGKAP jadi DIREKTUR PDAM. Dalam percakapannya, R pun terdengar berulang-ulang mempertanyakan status UKW seorang wartawan sebagai untuk membuat down mental awak media, ATAU bisa jadi hanya DALIH untuk menghindar dan menutupi boroknya.

Status R yang (katanya) memiliki UKW tingkat Wartawan Utama (wiih ngerii) dari Dewan Pers tersebut dijadikan tameng baginya untuk menghadapi setiap awak media yang mencoba mengklarifikasi terkait dirinya atau instansi yang sedang dipegangnya. Luar biasa..?!

Jika kita gali lebih dalam, terkait rangkap jabatan, sebenarnya telah menjadi carut-marut yang tak ada habisnya, polemik berkepanjangan menyoal gaji seorang jurnalis yang JAUH dibawah rata-rata upah minimal regional atau bahkan tidak memiliki gaji sama sekali (kecuali dengan menjual karya tulisnya) hal itu ditengarai menjadi penyebab para “kuli tinta” mengambil jalan lain demi mencukupi kebutuhannya, salah satunya yakni dengan profesi “rangkap jabatan” tadi.

Kalau ditimbang dari aturan yang menyandarkan kepada UU pokok pers no. 40 tahun 1999 MAKA hal tersebut jelaslah bertabrakan dengan aturan yang ada, dalam Kode Etik Jurnalis, fungsi dan tugas pokok jurnalis itu sendiri adalah sebagai sosial kontrol yang mana menjadi pilar ke – 4 dari proses berjalannya demokrasi di negara kita. Wartawan yang harusnya mengontrol kinerja pemerintahan agar berjalan semestinya sesuai aturan konstitusi, kok justru “nyemplung” kedalam kubangan yang harusnya dia kritisi.

Namun sayangnya, terkait larangan rangkap jabatan ini bukanlah aturan baku dari undang-undang melainkan bersifat anjuran dari Dewan Pers dimana seorang wartawan tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai pegawai pada sebuah instansi pemerintah. Sehingga aturan yang tak baku ini dijadikan alasan bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai jurnalis, juga berpotensi untuk memangku jabatan disebuah instansi pemerintah (tentunya aji mumpung pakai kekuatan ‘orang dalem’),seperti halnya R.

Lucunya, Dewan Pers yang tidak membuat aturan tegas yang melarang seseorang rangkap jabatan menjadi pegawai pemerintah JUSTRU mengeluarkan surat EDARAN bernomor 02/S-DP/XI/2023 yang isinya MELARANG SEORANG WARTAWAN MERANGKAP SEBAGAI ANGGOTA LSM. Pernyataan yang jelas AMBIGU, rangkap jadi LSM saja tidak boleh KOK BISA RANGKAP JADI PEGAWAI PEMERINTAH TIDAK DIPERMASALAHKAN????

Disisi lain, birokrasi pemerintahan yang menyebalkan perlahan menyeret R dalam aturan main mereka, sampai kepada MEMPERTANYAKAN status UKW seseorang, HARUSnya sebagai seseorang yang memiliki basic sebagai wartawan R mestinya FAHAM, UKW BUKANLAH SYARAT UTAMA seseorang disebut jurnalis. R harusnya tau sejarah, bahwa sesepuh-sesepuh didunia Pers betapa banyak yang tidak mengikuti UKW namun karya mereka mendunia dan diakui oleh semua orang-orang? Secara tidak langsung, sama saja R telah menjatuhkan marwahnya sendiri.

Bagi kami, ketika seseorang pejabat pemerintah mempertanyakan status UKW seseorang agar dilayani hanyalah merupakan ALIBI dan LAGU LAMA untuk menghindar dari kesalahan. Tak usah pura-pura BEGO, semestinya R faham UKW hanyalah DRAMA seputar UANG, DEWAN PERS DAN semua AIB yang ada didalamnya. Jika mau blak-blakan, UKW dari Organisasi mana sekarang yang DIAKUI Dewan Pers? Sudah tau jawabannya kan? (kebetulan kami sedang tidak sedang tidak _bergairah_ untuk mempermasalahkan terkait ini).

Fyi, Pada narasi sebelumnya, kami telah menelanjangi habis-habisan tentang persoalan ini dengan judul “DOSA UKW dan syahwat Dewan Pers…”, sebagaimana kami juga mengutip BUALAN Dewan Pers dalam Siaran Persnya bernomor 07/SP/DP/II/2023 yang mana pada poin pertama Dewan Pers sendiri yang menyatakan TIDAK WAJIBNYA pendaftaran media diorganisasi manapun asalkan sesuai UU dan menjalankan KEJ dengan benar.

Kepada R sang (wartawan) direktur arogan yang menantang awak media dan mempermasalahkan UKWnya, saya katakan “HEY BUNG, BUKA MATA ANDA, SEJAUH ITU KAH BIROKRASI MENYERET ANDA KEPADA KEBODOHAN HINGGA ANDA MENUTUP MATA dari FAKTA yang harusnya ANDA JUGA TAU?!! ”

Katanya WARTAWAN, KOK GAK TAU ATURAN???

(Red)

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *