BANDUNG ~ “Ramainya isu permasalahan yang terkait dengan ‘sengketa’ pulau Pasir telah menyita perhatian cukup banyak orang. Bukan hanya masyarakat Indonesia saja, melainkan juga masyarakat internasional, bahkan sederet nama negara lain jadi terbawa – bawa dalam arus ‘sengketa’ ini. Oleh karenanya, ada baiknya setiap kita memahami permasalahan apa yang sebenarnya terjadi sehingga bisa mengetahui peta persoalan secara menyeluruh “, ungkap Pemerhati Pertahanan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (20/11).
Hal tersebut ia sampaikan ketika memenuhi undangan dari Forum Bela Negara (FBN) Jawa Barat yang diundang secara khusus untuk menjelaskan duduk perkara persoalan ‘sengketa’ pulau Pasir di perbatasan Indonesia – Australia tersebut. Dede Farhan Aulawi juga dikenal sebagai Dewan Pakar di FBN Jabar dan Dewan Pakar Hubungan Internasional ICMI Pusat, yang juga sebagai DEWAN PENASEHAT DI LEMBAGA INVESTIGASI NEGARA (LIN). Pada kesempatan tersebut ia memaparkan secara gamblang persoalan sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh seluruh peserta yang hadir.
Menurutnya, apa yang mencuat dalam berbagai berita seputar informasi tentang sengketa Pulau Pasir atau Ashmore Reef beredar di media sosial setelah pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor bernama Ferdi Tanoni, berencana menggugat Australia beberapa waktu lalu. Ia berencana menggugat karena Australia dianggap mengklaim sepihak Gugusan Pulau Pasir. Ferdi pun mengeklaim bahwa Pulau Pasir masuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun menurut Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI, Abdul Kadir Jaelani menyatakan bahwa pulau Pasir tersebut memang milik Australia. Hal ini didasarkan hukum internasional, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hanya sebatas wilayah bekas Hindia Belanda, dan Pulau Pasir selama ini tidak pernah menjadi bagian dari Hindia Belanda. Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris. Pulau tersebut dimiliki oleh Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act, 1933, dan dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Negara Bagian Australia Barat pada tahun 1942.
Begitupun dengan pendapat Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah yang menyatakan bahwa pulau Pasir yang berada 120 kilometer dari Pulau Rote secara administratif milik Australia. Pulau Pasir menjadi wilayah Australia karena diwariskan dari Inggris. Sejak zaman penjajahan Belanda, Hindia Belanda atau Indonesia bukan pemilik wilayah Pulau Pasir. Berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act tahun 1933, Pulau Pasir merupakan milik Inggris.
Namun demikian ada pendapat yang berbeda yang menyatakan bahwa pulau pasir merupakan bagian dari Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya artefakta peradaban penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari pre Colonial history atau sejarah sebelum kolonial dulu, Pulau Pasir adalah wilayah yang tergabung dalam Nusantara Indonesia. Pulau Pasir juga menjadi bagian dari tradisional fishing area, bahkan bukan hanya Pulau Pasir hingga wilayah broome Australia tradisional fishing groundnya Indonesia. Orang Timor, Ambon, Makassar yang dikenal sebagai nelayan dan pelaut ulung di jalan kolonial hingga saat itu. Sejak MOU Indonesia dengan Australia di tahun 1974, Australia langsung klaim Pulau Pasir sebagai propertinya. Saat ini sebagian masyarakat Indonesia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang dianggap ‘salah’ dalam MOU di tahun 74 tersebut yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia waktu itu dan kita dinilai harus membetulkan serta ambil balik. Ini adalah kesalahan bilateral antara Indonesia dan Australia yang perlu diperbaiki.
“ Hal yang terkait dengan batas wilayah ini seringkali menjadi permasalahan karena beberapa faktor, termasuk faktor konsensus internasional dimana batas wilayah ditentukan oleh bekas jajahan. Padahal sebelum adanya penajahan seringkali masyarakat sudah menempati atau tinggal di daerah tersebut. Ini memang menjadi PR bersama untuk memperbaikinya ke depan “, pungkas Dede. ( redaksi)