Banyumas – Banyak warga yang menyayangkan aktivitas pertambangan di desa Gandatapa, Sumbang, Kabupaten Banyumas yang diduga milik salah satu Anggota DPR-RI fraksi partai demokrat, Wastam, S.E., S.H., M.H. Sebagian besar menentang adanya aktivitas tambang ini dan meminta agar ditutup supaya tidak menyebabkan bencana alam.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas ESDM Pemprov Jateng Wilayah Slamet Selatan, Mahendra Dwi Atmoko membenarkan adanya aktivitas penambangan di wilayah tersebut. Tambang ini disebut telah mengantongi izin tambang seluas 5,3 hektare. Semua tahapan untuk mendapatkan izin tambang sudah terpenuhi, tata ruangnya juga membolehkan kegiatan tambang.
Namun lain halnya dengan penemuan dilapangan secara lansung yang dilakukan oleh Trianto selaku Pimpinan Redaksi (Pimred) LIN-RI.com yang menemukan adanya dugaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar diduga kuat disalahgunakan sejumlah oknum dalam operasional tambang tersebut untuk kepentingan pribadi akibat lemahnya pengawasan di lapangan.
Sejumlah alat berat yang beroperasi di lokasi pertambangan Galian Golongan C di Gandatapa, Sumbang, Kabupaten Banyumas, dicurigai menggunakan solar subsidi. Padahal, BBM jenis ini seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, bukan untuk kepentingan tambang.
Trianto, menegaskan bahwa masih banyak alat berat di lokasi pertambangan yang berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) solar yang notabene merupakan barang subsidi.
BPH Migas bersama Polri, TNI, dan pemerintah daerah harus lebih intensif melakukan pengawasan penyaluran BBM subsidi di setiap SPBU. Tujuannya jelas, agar tidak ada lagi alat berat pertambangan yang memakai solar subsidi, tanpa melihat keterlibatan atau kepemilikan baik dari kalangan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif didalam pemerintahan.
Menurutnya, pengawasan tidak boleh hanya terjadwal dan diumumkan bahkan terkesan adanya koordinasi atau dikondisikan, sebab akan mempermudah oknum mengantisipasi. Dan masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintahan dalam hal ini seakan hukum tumpul keatas tajam kebawah, hanya membela kepentingan kalangan elit tertentu saja.
“Rutin di sini bukan berarti terjadwal kemudian disampaikan jadwalnya. Tidak seperti itu. Harus aktif turun ke lapangan di titik-titik yang rawan penyalahgunaan,” ujarnya.
Trianto menambahkan, dalam mengawasi distribusi solar subsidi, BPH Migas sebenarnya telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Polri, TNI, dan pemerintah daerah. Namun, ia menilai implementasinya masih jauh dari maksimal.
“Kami berharap skema subsidi benar-benar tepat sasaran agar dapat mendorong efisiensi anggaran sekaligus memastikan bantuan negara ini dirasakan masyarakat yang berhak,” pungkasnya.
Bisnis solar industri Pertamina adalah kegiatan niaga yang melibatkan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis biosolar non-subsidi kepada sektor industri. Solar ini bukan untuk kendaraan pribadi atau rumah tangga, melainkan digunakan oleh sektor seperti manufaktur, pertambangan, konstruksi, pelayaran, hingga perhotelan.
Berbeda dengan solar subsidi, solar industri dijual sesuai harga pasar dan hanya bisa didistribusikan oleh agen resmi atau vendor terdaftar. Pertamina sebagai BUMN energi menyediakan skema legal bagi pelaku usaha yang ingin menekuni sektor ini secara profesional, dengan aturan dan izin tertentu. Dan jelas kegiatan industri seperti penambangan dan atau lainnya tidak diperbolehkan menggunakan jenis solar bersubsidi atau ilegal yang prosesnya diluar aturan dan perbuatan tersebut melanggar hukum dan merugikan rakyat kecil yang seharusnya lebih berhak menerima solar bersubsidi.
(Red)








