Retribusi Diduga Liar Menggila di PPI Bonehalang, Dinas Perikanan: Ilegal, Cacat Administrasi, Hentikan Sekarang!

Selayar, Sulselseputar Indonesia.co.id – Aroma skandal kian menyengat dari areal Pelabuhan Perikanan (PPI) Bonehalang, Kabupaten Kepulauan Selayar. Publik dibuat geram setelah tarif retribusi melonjak tajam secara tiba-tiba, dipungut oleh sebuah koperasi yang disebut-sebut berafiliasi dengan HNSI, tanpa kejelasan dasar hukum. Mulai dari parkir, pelelangan ikan, hingga penjualan di dalam kawasan pelabuhan, pungutan terus berjalan. Media sosial pun bergolak. Netizen ramai-ramai menyebut praktik tersebut sebagai pungutan bermasalah yang diduga kuat melanggar aturan.

Kegaduhan itu akhirnya memaksa Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar turun tangan. Dengan nada tegas dan tanpa basa-basi, dinas menyatakan bahwa aktivitas penarikan retribusi tersebut cacat administrasi alias ilegal dan tidak memiliki legitimasi hukum. Bahkan, dinas telah memerintahkan penghentian sementara aktivitas pungutan tersebut. “Dasar administrasinya tidak jelas dan cacat. Kami sudah meminta agar pemungutan ini dihentikan sementara sebelum ada kejelasan,” tegas Sekretaris Dinas Perikanan Selayar, Zul Janwar alias Pak Regal, Sabtu (13/12/2025).

Pernyataan ini sekaligus menjadi tamparan keras bagi pihak-pihak yang tetap memungut retribusi di lapangan. Masalah kian pelik ketika pungutan tersebut disebut-sebut dilakukan atas nama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Zul Janwar menegaskan, jika klaim itu benar, maka seluruh uang wajib masuk ke kas daerah provinsi dan harus disertai bukti resmi berupa karcis atau tiket dari pemprov. “Kalau mengatasnamakan Pemprov, uangnya harus masuk ke kas daerah dan menggunakan karcis resmi. Kalau tidak, itu jelas bermasalah,” katanya lugas.

Namun fakta di lapangan berbicara sebaliknya. Tidak ada karcis resmi, tidak ada transparansi setoran, dan tidak ada kejelasan dasar hukum. Sorotan juga diarahkan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Provinsi yang disebut memberi mandat. Hingga kini, UPT tersebut tak kunjung memberikan pernyataan resmi, memunculkan kesan seolah-olah pungutan bermasalah ini dibiarkan berjalan. “Inilah yang membuat persoalan tidak pernah selesai. UPT provinsi tidak bersikap, seakan membiarkan,” ungkap Zul Janwar.

Situasi ini memperlihatkan retaknya koordinasi antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar. Zul Janwar kembali menegaskan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 27 Tahun 2021, pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah kewenangan pemerintah kabupaten, bukan provinsi. “Aturannya jelas. Kewenangan ada di kabupaten. Ini bukan tafsir bebas,” katanya.

Di tengah polemik elit, masyarakat kecil menjadi korban. Pantauan media menunjukkan bahwa penarikan retribusi tetap berjalan hingga hari ini. Sejumlah warga mengaku terkejut dan keberatan dengan kenaikan tarif parkir yang diberlakukan tanpa sosialisasi yaitu Roda dua Rp3.000 dan Roda empat Rp5.000. “Kami kaget, tiba-tiba naik. Tidak pernah ada penjelasan,” kata seorang warga di lokasi.

Dinas Perikanan Selayar kini menunggu sikap tegas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Jika tidak segera diambil langkah jelas, polemik ini dikhawatirkan berubah menjadi bom waktu hukum, membuka peluang dugaan pungutan liar, dan merusak kepercayaan nelayan serta masyarakat pesisir. Publik kini menanti yakn siapa yang bertanggung jawab, dan ke mana uang retribusi itu mengalir.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *