Oleh : Dede Farhan Aulawi
Jakarta – seputar Indonesia.co.id – Permasalahan pedagang kaki lima (PKL) meliputi dampak negatif terhadap tata kota seperti kemacetan, ketidaknyamanan pejalan kaki, dan masalah kebersihan serta lingkungan yang terkesan kumuh. Di sisi lain, PKL juga menghadapi tantangan ekonomi seperti minim modal dan kurangnya tempat berjualan yang tetap, serta terbentur aturan dan penertiban pemerintah. Solusi yang diperlukan melibatkan penyediaan lokasi yang layak, peningkatan kesadaran dan keterampilan PKL, penataan aturan yang konsisten, serta pemberdayaan untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan tata ruang kota. Untuk itulah sangat diperlukan strategi penertiban yang lebih humanis, Kamis (18/9/2025).
Strategi penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) yang humanis bertujuan untuk menyeimbangkan antara ketertiban umum dan hak masyarakat kecil untuk mencari nafkah. Pendekatan humanis berarti tidak menggunakan kekerasan, tidak bersifat represif, dan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi para pedagang. Berikut strategi yang dapat diterapkan :
1. Pendekatan Persuasif dan Partisipatif
– Dialog Terbuka : Lakukan komunikasi intensif antara pemerintah, PKL, dan masyarakat untuk membangun saling pengertian.
– Sosialisasi Berkala : Informasikan rencana penertiban jauh hari sebelumnya, agar PKL punya waktu untuk menyesuaikan diri.
– Libatkan Tokoh Masyarakat/PKL : Libatkan tokoh informal atau perwakilan PKL dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penataan.
2. Relokasi yang Layak dan Menguntungkan
– Penyediaan Tempat Baru yang Strategis : Jangan hanya memindahkan PKL, tapi pastikan lokasi baru memiliki potensi ekonomi yang setara atau lebih baik.
– Fasilitas Memadai : Pastikan tempat relokasi memiliki fasilitas seperti listrik, air, keamanan, dan kebersihan.
– Transportasi dan Aksesibilitas : Lokasi harus mudah diakses oleh pembeli.
3. Pendampingan dan Pemberdayaan Ekonomi
– Pelatihan Usaha dan Manajemen Keuangan : Bantu PKL meningkatkan kemampuan berbisnis agar lebih berdaya saing.
– Akses Permodalan : Fasilitasi akses ke kredit mikro atau koperasi.
– Digitalisasi UMKM : Ajak PKL masuk ke platform digital untuk memperluas pasar.
4. Penegakan Aturan Secara Adil dan Konsisten
– Zonasi Jelas dan Terbuka : Tetapkan zona merah (dilarang), kuning (terbatas), dan hijau (boleh berjualan).
– Sanksi Bertahap dan Edukatif : Berikan teguran, peringatan tertulis, lalu tindakan tegas — bukan langsung penggusuran.
– Tanpa Kekerasan Fisik : Penertiban harus bebas dari kekerasan, intimidasi, atau perusakan barang dagangan.
5. Kolaborasi Lintas Sektor
– Sinergi dengan Lembaga Sosial dan Akademisi : Untuk pendekatan berbasis data dan sosial.
– Kerja Sama dengan Swasta : Untuk CSR dalam menyediakan tempat atau fasilitas bagi PKL.
– Peran Media : Edukasi publik agar memahami pentingnya penataan, bukan hanya “penertiban”.
Dengan demikian, penertiban PKL tidak harus berarti penggusuran. Dengan strategi humanis yang melibatkan komunikasi, relokasi yang adil, dan pemberdayaan ekonomi, pemerintah dapat menjaga ketertiban tanpa mengorbankan penghidupan masyarakat kecil. Semoga berhasil untuk kepentingan bersama.
(Red)