Seputarindonesia.co.id.Kepri Tanjungpinang- Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau kembali menggelar program Dialog Interaktif “Jaksa Menyapa” dengan menghadirkan narasumber Kepala Seksi C (Terorisme dan Lintas Negara) pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri Alinaex Hasibuan, S.H., M.H disiarkan langsung melalui Studio Radio Onine 93 FM Tanjungpinang dengan topik “Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” didampingi Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri Yusnar Yusuf, S.H., M.H dan dipandu Announcer (Penyiar) Andra, Rabu (17/09/2025).
Alinaex Hasibuan, S.H., M.H., dalam Dialog Interaktif Jaksa Menyapa tersebut pada point pentingnya menyampaikan kejahatan dalam lingkup rumah tangga hingga kini masih menjadi persoalan serius di tengah masyarakat. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga menyisakan trauma psikis yang berkepanjangan bagi para korbannya.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, KDRT diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikologis, hingga penelantaran rumah tangga.
Pelaku dan korban bisa berasal dari lingkup keluarga, baik suami, istri, anak, maupun pihak lain yang tinggal dalam rumah tangga. Bentuk KDRT sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU PKDRT meliputi empat macam, yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis atau emosional, kekerasan seksual, serta penelantaran rumah tangga. Fakta di lapangan menunjukkan, sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, meski tidak menutup kemungkinan sebaliknya.
Fenomena KDRT kerap dipicu oleh berbagai faktor, antara lain ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, anggapan bahwa suami berhak menguasai istri, pemahaman keliru terhadap ajaran agama, hingga minimnya komunikasi dan rasa saling percaya dalam rumah tangga. Bahkan, pernikahan yang tidak dilandasi rasa cinta juga dapat menjadi pemicu retaknya hubungan dan memunculkan tindakan kekerasan. Akibat KDRT tidak bisa dipandang remeh.
Korban dapat mengalami luka fisik yang serius, kehilangan panca indera, cacat, hingga kematian.
Dari sisi psikologis, KDRT meninggalkan trauma mendalam berupa depresi berat, gangguan tidur, rasa tidak berdaya, bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Undang-undang memberikan payung hukum yang tegas dalam menindak pelaku. Pasal 44 hingga 45 UU PKDRT menyebutkan ancaman pidana mulai dari 4 bulan hingga 15 tahun penjara, serta denda maksimal Rp45 juta, bergantung pada dampak perbuatan yang dilakukan pelaku terhadap korban.
Untuk menanggulangi KDRT, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Keluarga diharapkan menumbuhkan iman yang kuat, komunikasi yang baik, serta saling menghargai antar anggota.
Masyarakat juga diwajibkan untuk berperan aktif. Pasal 15 UU PKDRT menegaskan bahwa siapa pun yang mengetahui adanya KDRT wajib melakukan upaya pencegahan, memberikan perlindungan, pertolongan darurat, hingga membantu proses hukum korban.
Dengan sinergi keluarga, masyarakat dan aparat penegak hukum, diharapkan kasus KDRT dapat ditekan. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang aman, damai dan penuh kasih sayang, bukan sebaliknya menjadi ruang yang melahirkan penderitaan.
Pelaksanaan kegiatan ini berjalan aman dan lancar, serta mendapatkan respon positif dari masyarakat dan antusiasme masyarakat se-wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang mendengarkan siaran radio Program Jaksa Menyapa ini dengan banyaknya menyampaikan pertanyaan kepada Narasumber melalui sambungan telepon, Whatsapp dan Instagram yang difasilitasi Radio Onine 93 FM Tanjungpinang dan pertanyaan yang disampaikan masyarakat telah dijawab oleh Narasumber dengan lugas sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau J. Devy Sudarso dalam keterangannya berharap dengan pelaksanaan kegiatan ini mampu meningkatkan pemahaman masyarakat akan bahaya dan dampak negatif KDRT, mememahami hak-hak korban serta cara-cara pelaporan dan penanganannya. Masyarakat juga mampu berperan serta aktif dalam mencegah dan melaporkan tindakan KDRT di lingkungan mereka, dengan tujuan menciptakan keluarga yang harmonis dan masyarakat yang bebas dari kekerasan. (Aro Ndraha/red).