Jakarta – seputar indonesia.co.id – Ada hal yang menarik dimana sebanyak 24 pemimpin negara hadir dalam parade militer besar-besaran di Beijing. Acara ini menjadi panggung bagi Presiden China Xi Jinping untuk menunjukkan pengaruh global Beijing dan menegaskan perannya sebagai kekuatan penyeimbang Amerika Serikat (AS). Dua tamu kehormatan yang paling disorot pada momen tersebut adalah kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang duduk berdampingan dengan Xi. Kehadiran keduanya dianggap menegaskan poros baru aliansi non-Barat, Rabu (3/9/2025).
Presiden RI Indonesia Prabowo Subianto juga turut hadir dalam kegiatan peringatan 80 tahun pemerintahan China tersebut. Beliau berada di barisan depan sejajar dengan pemimpin dunia, tepatnya di sebelah kanan Putin. Lalu, sebelah Putin ada Xi Jinping dan istrinya, Peng Liyuan. Parade militer China kali ini sangat memikat perhatian internasional, termasuk Amerika Serikat. Dari perspektif Amerika Serikat, parade militer China tentu bisa dipandang melalui berbagai lensa strategis, politis, dan militer.
Pada kesempatan ini, saya coba mengulasnya dari beberapa variabel penting, yaitu pertama, Indikator Modernisasi dan Ambisi Militer. Parade militer China sering digunakan oleh AS sebagai barometer untuk mengukur :
– Kemajuan modernisasi militer PLA (People’s Liberation Army). Termasuk pameran teknologi baru seperti rudal hipersonik (DF-17), drone tempur, dan sistem anti-satelit.
– Indikasi niat strategis. AS melihat parade sebagai bentuk komunikasi tidak langsung dari niat strategis Beijing, seperti menegaskan kekuasaan atas Taiwan, Laut China Selatan, atau memperlihatkan kapabilitas global. Modernisasi PLA dianggap sebagai upaya untuk mengurangi dominasi militer AS di kawasan Indo-Pasifik dan secara bertahap mengubah tatanan internasional yang berbasis aturan (rules-based order).
Kedua, Pesan Politik dan Propaganda. Dari sudut pandang AS, parade militer China bukan hanya soal kekuatan militer, tapi juga alat propaganda domestik untuk memperkuat legitimasi Partai Komunis China (PKC) dan menumbuhkan nasionalisme. Disamping itu juga sebagai sinyal politik internasional, dimana Beijing ingin mengirim pesan ke negara-negara tetangga dan kekuatan besar (termasuk AS) bahwa China adalah kekuatan besar yang harus diperhitungkan. AS memandang langkah strategis ini sebagai bagian dari “sharp power” yaitu penggunaan kekuatan budaya dan informasi untuk membentuk opini global demi kepentingannya.
Ketiga, Ancaman terhadap Stabilitas Regional dimana AS sering mengaitkan parade militer China dengan meningkatnya ancaman terhadap Taiwan, militerisasi Laut China Selatan, dan tekanan terhadap negara-negara Asia Tenggara dan Jepang. Dampak dari hal tersebut, mendorong AS untuk meningkatkan kerja sama keamanan dengan sekutu dan mitra di kawasan, seperti Jepang, Australia, India (melalui Quad), dan Filipina.
Keempat, Kompetisi Teknologi dan Senjata Strategis. AS juga mengamati parade sebagai cara untuk menganalisis kemajuan teknologi militer China, seperti sistem anti-akses/area denial (A2/AD), rudal jarak jauh, dan teknologi ruang angkasa. Selain itu, menilai kesiapan China dalam potensi konflik besar, termasuk konflik di Taiwan atau di Indo-Pasifik. Selanjutnya AS merespon hal ini dengan melakukan investasi lebih besar dalam teknologi seperti AI militer, rudal hipersonik, pertahanan siber, dan ruang angkasa.
Beberapa langkah yang diambil AS sebagai respon terhadap unjuk kekuatan militer China, adalah :
– Peningkatan anggaran pertahanan (khususnya Indo-Pasifik Command).
– Latihan militer bersama sekutu (RIMPAC, Malabar, dsb).
– Penempatan kekuatan militer strategis di wilayah seperti Guam, Jepang, dan Filipina.
– Pendekatan diplomatik untuk membangun koalisi melawan coercive behavior China.
Dengan demikian, jika dilihat dari perspektif AS, parade militer China bukan sekadar perayaan nasional, tapi merupakan alat komunikasi strategis yang mencerminkan ambisi global China, tekanan terhadap status quo internasional, dan sekaligus potensi ancaman bagi kepentingan dan sekutu-sekutu AS. Oleh karena itu,tidak heran jika parade ini diamati dengan seksama oleh Pentagon, intelijen AS, dan komunitas keamanan nasional sebagai bagian dari pemahaman mendalam tentang kebangkitan militer China.
(Red)