Jakarta – seputar indonesia.co.id – Beberapa kali saya pernah mendapat pertanyaan dari beberapa pihak yang bertanya, “Apakah peran konvensional masih relevan saat ini ? Pertanyaan ini tentu wajar saja muncul karena ada pergeseran paradigma dan perubahan geopolitik yang berdampak pada perubahan sebagian konsep perang konvensional ke peran non konvensional. Apakah kalau yang dijadikan contoh adalah perang Iran dengan Israel. Namun jika melihat referensi lain seperti yang terjadi di peperangan Israel vs Palestina, Ukraina vs Rusia, tentu referensinya akan bertambah lengkap, Kamis (28/8/2025).
Perang konvensional adalah bentuk konflik antara negara-negara yang menggunakan senjata dan taktik standar, seperti pasukan militer, tank, dan artileri, dalam konfrontasi terbuka, dan tidak melibatkan senjata pemusnah massal seperti senjata kimia, biologi, atau nuklir. Tujuannya adalah untuk melemahkan atau menghancurkan kekuatan militer lawan agar mereka tidak mampu melanjutkan perlawanan.
Dalam konteks peperangan, sebenarnya sudah ada aturan Hukum Perang atau Hukum Humaniter Internasional, Konvensi Genewa 1949, dan konvensi lainnya. Namun kalau mau jujur, sebenarnya perang tidak ada yang jujur dan tidak ada yang sah. Perang yang sah dan fair mungkin hanya ada di papan catur. Semua aturan perang di papan catur selalu dipatuhi oleh kedua belah pihak, apakah itu Jus ad Bellum, Jus in Bello ataupun Jus Post Bellum. Dalam banyak kasus peperangan yang terjadi saat ini, maka perang konvensional dapat dikatakan masih relevan meskipun sifatnya lebih terbatas dan berubah.
Guna mendukung jawaban tersebut, kita bisa melihat fakta bahwa negara besar masih mengandalkannya. Contoh nyata, invasi Rusia ke Ukraina (2022-sekarang) adalah perang konvensional skala besar dimana masih menggunakan pasukan darat, tank, artileri, dan pesawat. Coba perhatikan bagaimana Cina, AS, dan NATO tetap melatih dan mempersiapkan pasukan untuk perang konvensional, dan banyak negara masih mengandalkan kekuatan militer konvensional (angkatan darat, laut, udara) untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Keberadaan militer konvensional yang kuat bisa mencegah konflik terbuka, karena negara ‘musuh’ akan berpikir dua kali sebelum menyerang.
Namun demikian tidak dipungkiri bahwa perang konvensional semakin terbatas, karena biaya besar dan korban tinggi. Perang konvensional sangat mahal dan merusak. Dunia makin menghindari konflik terbuka karena dampak ekonomi dan sosialnya yang besar. Di waktu yang bersamaan, saat ini muncul bentuk perang baru, yaitu perang siber, disinformasi, serangan drone, dan perang hibrida jadi lebih umum dan lebih murah. Disamping itu, kelompok non-negara (teroris, milisi) jarang menggunakan perang konvensional. Jadi perlu ditegaskan bahwa perang konvensional masih relevan di era modern, terutama dalam konflik antar negara. Tapi bentuk dan perannya berubah. Fokus dunia mulai beralih ke perang teknologi, siber, dan asimetris.
(Red)