Kabupaten Garut – seputar indonesia.co.id – Polemik dugaan penyelewengan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cihaurkuning, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, kian menjadi sorotan tajam publik. Ironisnya, meski Kepala Desa Iwan Lukmansyah telah mengakui penggunaan dana sebesar Rp100 juta tanpa prosedur musyawarah desa, proses hukum atas kasus ini justru masih mandek.
Laporan resmi dari DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat telah diajukan ke Inspektorat Kabupaten Garut sejak 13 Juni 2025. Ketua DPD Akpersi, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., bahkan turun langsung ke kantor Inspektorat dan DPMD Garut pada Kamis, 10 Juli 2025, untuk mendesak penanganan serius dan transparan.
INSPEKTORAT: SUDAH DIPANGGIL, TAPI MASIH “DIDALAMI”
Dalam pertemuan tersebut, seorang pejabat Inspektorat Alih perwakilan Inspektorat dirinya mengatakan bahwa audit internal telah menemukan angka, namun proses investigasi masih tertahan di tingkat pendalaman.
“Teman-teman auditor sudah mendapatkan angka. Namun kami belum bisa menjelaskan secara detail ke publik karena masih mendalami siapa saja yang terlibat. Kami sedang menunggu finalisasi dari Unit Kerja (UK),” ujarnya.
Perwakilan resmi dari Inspektorat, Alih, menambahkan bahwa pihaknya telah memanggil Kades dan Sekdes, serta melakukan pembinaan administratif. Namun hasil audit belum dapat dipublikasikan.
“Kami sudah panggil Kades dan Sekdes. Pembinaan sudah dilakukan. Kami minta agar kegiatan BUMDes kembali dijalankan. Tapi audit belum bisa dipublikasikan karena masih dalam pendalaman Unit Kerja, termasuk untuk mengidentifikasi siapa saja yang terlibat,” tegasnya.
Pernyataan ini menuai kritik keras. Jika pengakuan dan dugaan kerugian negara sudah terang, mengapa belum ada tindakan hukum?
DPMD: KOORDINASI SUDAH, TAPI APA REALISASINYA
Pejabat fungsional Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Garut, Daris, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dan pembinaan dengan Pemdes Cihaurkuning.
“Kami sudah bertemu langsung dengan Kepala Desa dan Sekdes. Pembinaan sudah kami berikan. Kami minta agar kegiatan BUMDes yang lama terhenti bisa segera dilanjutkan. Mereka menyatakan sanggup dan telah menyediakan bahan serta dana,” ungkap Daris.
Ia juga menyebut bahwa pihak Kecamatan Malangbong telah mengirimkan surat teguran resmi kepada kepala desa.
“Kami sampaikan agar Kades dan Sekdes memberikan data yang jelas, baik kepada media maupun DPMD. Ini penting agar ada kejelasan terhadap program dan tanggung jawab yang belum terselesaikan,” lanjutnya.
CAMAT MALANGBONG: DITELPON, TIDAK MERESPONS:
Respons berbeda datang dari Camat Malangbong, Undang Saripudin. Saat dihubungi oleh Ketua Akpersi Jabar melalui WhatsApp untuk klarifikasi, tak satu pun balasan diberikan.
“Saya hubungi langsung lewat WA. Tapi bungkam. Camat memilih diam, padahal ia seharusnya jadi pihak pengawas awal dalam struktur pemerintahan desa,” kata Ahmad Syarifudin.
Kebisuan camat ini memicu dugaan publik bahwa ada upaya pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap aktor dugaan penyimpangan.
KETUA BUMDES BARU: “KAS KOSONG, BELUM ADA SERAH TERIMA”
Sementara itu, fakta lapangan membantah klaim ‘pemulihan’ yang disampaikan DPMD maupun Inspektorat. Ketua BUMDes yang baru justru menyatakan bahwa hingga kini belum ada serah terima jabatan dan kas BUMDes kosong.
“Saya belum resmi menjabat karena belum ada serah terima dari pengurus sebelumnya. Kas BUMDes juga masih kosong. Tidak ada uang masuk,” tegasnya.
FAKTA SEMENTARA DI LAPANGAN:
Pengakuan Kades soal dana Rp100 juta tanpa musyawarah desa: SUDAH ADA
Dana dikembalikan: BELUM
Serah terima ke pengurus baru: BELUM
Kegiatan BUMDes aktif kembali: BELUM
Tindakan hukum oleh APH:
Apakah aparat benar-benar berani menuntaskan, atau hanya menyusun klarifikasi demi klarifikasi?
Kenapa rompi oranye belum disematkan, jika pengakuan dan dugaan kerugian negara sudah terang-benderang?
SIKAP RESMI AKPERSI JABAR:
Ketua DPD AKPERSI Jabar, Ahmad Syarifudin, menyampaikan ultimatum moral:
“Kami tak akan diam. Kalau keadilan tak ditegakkan, Kami akan bersurat ke Ombudsman RI dan Kejaksaan Negeri dan KPK.
(Red)