Gerakan Rakyat dan Mahasiswa Indonesia (GERAK MISI) menggelar aksi unjuk rasa yang ke empat di depan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Selatan nyaris diwarnai keributan dikarenakan munculnya puluhan preman yang diduga bayaran untuk menghalangi Aksi Demonstrasi.
Walaupun puluhan preman berusaha untuk membuat keributan namun tidak membuat Gerak Misi berhenti menyampaikan aspirasi karena aksi tersebut merupakan bentuk protes atas dugaan praktik peredaran narkotika yang dikendalikan dari dalam Lapas Narkotika Kelas IIA Bolangi, Kabupaten Gowa.
Dalam orasinya, massa menuntut pencopotan sejumlah pejabat yang dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Mereka menilai lemahnya pengawasan telah membuka celah bagi praktik ilegal yang terorganisir dari balik jeruji penjara.
“Kami mendesak pencopotan Kepala Lapas Bolangi, Kepala Keamanan Lapas, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulsel, dan Dirjen Pemasyarakatan. Ini bukan kasus biasa, ini skandal narkotika,” ujar Fahim, Jenderal Lapangan GERAK MISI pada Rabu 19/6/2025).
Fahim mengklaim pihaknya telah melakukan investigasi internal dan menemukan dugaan keterlibatan sejumlah pihak, baik dari kalangan warga binaan, petugas lapas, hingga pejabat struktural. Ia menyebut beberapa inisial yang diduga terlibat dalam jaringan tersebut, antara lain SND, PNDD, dan MKI.
Pemicunya, kata Fahim, adalah kasus penganiayaan terhadap seorang warga binaan pada 12 Mei 2025 lalu. Peristiwa itu diduga terkait utang narkoba antara narapidana dan oknum sipir, yang kemudian membuka tabir peredaran gelap narkotika di dalam lapas.
“Kami sudah melakukan audiensi dengan pihak Kanwil, namun belum ada tindakan tegas. Kami tidak ingin ada pembiaran. Pemerintah pusat harus turun tangan,” tegas Fahim.
GERAK MISI juga menuntut pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut tuntas kasus ini, serta memastikan proses hukum dilakukan secara transparan dan menyeluruh, tanpa pandang bulu.
Menurut GERAK MISI, skandal ini merupakan bukti dari bobroknya sistem pemasyarakatan yang selama ini dinilai lemah dalam pengawasan dan bahkan dirinya dan masa aksi sempat mendapat tekanan premanisme yang entah dari mna sumbernya namun tindakan premannisme ini tidak menjadikan alasan buat kami tetap melakukan aksi unjukrasa di bebehari kedepan hingga kasus ini di selesaikan. Mereka menyebut kondisi ini sebagai ancaman serius terhadap masa depan bangsa, khususnya dalam memerangi peredaran narkotika.