Mojokerto, [09/12/2025] – Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025 di Kabupaten Mojokerto semakin memanas dengan aksi demonstrasi yang digelar oleh Gerakan Bersama Anti Korupsi (GEBRAK) Mojokerto. Aksi ini tidak hanya menyoroti korupsi di tingkat desa dan dugaan keterlibatan pejabat FORKOPIMDA, tetapi juga menyoroti praktik perizinan yang dipersulit dan dugaan adanya “tikus-tikus” koruptor di lingkungan DPRD dan Aparat Penegak Hukum (APH).
Massa aksi yang terdiri dari aktivis antikorupsi, perwakilan organisasi masyarakat sipil, dan elemen masyarakat lainnya, berkumpul di (Depan Waterland, lanjut ke Kejaksaan Kabupaten dan diakhiri dedepan Kantor Kabupaten Mojokerto) dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan tuntutan-tuntutan yang mendesak untuk segera direalisasikan. Aksi ini menjadi perhatian publik, mengingat Kabupaten Mojokerto dalam beberapa tahun terakhir kerap diterpa isu korupsi yang melibatkan berbagai pihak.
Enam Tuntutan yang Menggema di Bumi Majapahit
GEBRAK Mojokerto dalam aksinya menyampaikan enam tuntutan utama yang menjadi fokus perhatian mereka, yaitu:
1. Mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi (UU Perampasan Aset). UU ini dianggap krusial untuk memberikan efek jera bagi para koruptor dan mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.
2. Menuntut Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara menyeluruh. Reformasi Polri diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas aparat kepolisian dalam penegakan hukum, termasuk dalam penanganan kasus korupsi.
3. Meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menangkap dan mengadili Kepala Desa (Kades) dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terbukti melakukan pelanggaran terkait Bantuan Keuangan (BK) Desa dan bantuan lainnya di Pemerintahan Kabupaten Mojokerto. Tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran atas pengelolaan dana desa yang rentan diselewengkan.
4. Menyerukan pembersihan oknum APH yang masih gemar melobi, mendesak, dan meminta jatah proyek. GEBRAK Mojokerto menduga masih ada oknum APH yang terlibat dalam praktik korupsi dengan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
5. Mendesak agar pejabat FORKOPIMDA Kabupaten/Kota Mojokerto yang masih gemar melakukan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) untuk segera meninggalkan Bumi Majapahit. Tuntutan ini merupakan bentuk kekecewaan atas perilaku sejumlah pejabat yang dianggap tidak memberikan contoh yang baik dalam pemberantasan korupsi.
6. Menolak kriminalisasi terhadap aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan penggiat budaya yang kritis terhadap akuntabilitas dan transparansi proyek pembangunan di Mojokerto Raya. GEBRAK Mojokerto menilai bahwa kritik dari masyarakat sipil justru penting untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan mencegah terjadinya korupsi.
Agus Sniper: “Hancurkan Tikus-Tikus yang Menggigit Uang Rakyat!”
Dalam orasinya, salah satu tokoh GEBRAK Mojokerto, Agus Sniper, menyampaikan kritik pedas terhadap praktik perizinan yang dipersulit dan dugaan adanya korupsi di lingkungan DPRD dan APH. Dengan nada berapi-api, Agus Sniper menyerukan agar para koruptor dihancurkan.
“Perizinan yang sengaja dibuat-buat main, dampaknya rakyat seperti kita ini termasuk warganya. Selaku pebijak untuk notonasi warganya. Coba itu semua kita terhenti satu persatu, ada apa dengan perizinannya dibuat oleh anggota dewan? Semuanya hanya melihat dari sisi, ada duit saya proses, tidak ada duit ayo kita taruh,” ujar Agus Sniper.
Agus Sniper juga meminta agar anggota DPRD dan APH bersinergi dengan lembaga yang mengontrol aspirasi masyarakat untuk membuktikan komitmen dalam memberantas korupsi.
“Ayo kita sinergi untuk membuktikan, hancurkan para pendakwa negara, menggigit uang rakyat, tikus-tikus yang ada di sarang anggota dewan juga APH!” tegas Agus Sniper.
Korupsi di Tingkat Desa dan Dugaan Keterlibatan Pejabat FORKOPIMDA: Akar Masalah yang Harus Ditangani Serius
Salah satu isu yang menjadi sorotan utama dalam aksi ini adalah dugaan korupsi di tingkat desa. GEBRAK Mojokerto menyoroti banyaknya kasus penyalahgunaan dana desa yang terjadi di berbagai wilayah di Kabupaten Mojokerto. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, justru diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kami mendesak agar APH segera mengusut tuntas kasus-kasus korupsi di tingkat desa. Jangan biarkan para pelaku korupsi menikmati hasil kejahatannya,” ujar [Nama Koordinator/perwakilan GERAK Mojokerto].
Selain korupsi di tingkat desa, GERAK Mojokerto juga menyoroti adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat FORKOPIMDA dalam praktik KKN. Mereka menduga ada sejumlah pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
“Kami meminta agar pihak berwenang melakukan investigasi terhadap dugaan keterlibatan pejabat FORKOPIMDA dalam praktik KKN. Jika terbukti bersalah, mereka harus diproses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas [Nama Koordinator/perwakilan GERAK Mojokerto].
Harapan dan Ajakan untuk Masyarakat Mojokerto
GERAK Mojokerto berharap, dengan adanya aksi ini, kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi semakin meningkat. Mereka juga mengajak seluruh masyarakat Mojokerto untuk bersama-sama mengawasi jalannya pemerintahan dan melaporkan jika menemukan adanya indikasi korupsi.
“Pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama. Mari kita jadikan Kabupaten Mojokerto sebagai daerah yang bersih dari korupsi dan sejahtera,” pungkas [Nama Koordinator/perwakilan GERAK Mojokerto].
Aksi demonstrasi GERAK Mojokerto ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi oleh seluruh elemen masyarakat. Dengan upaya bersama, diharapkan Kabupaten Mojokerto dapat menjadi daerah yang bersih, adil, dan makmur.
Catatan: Berita ini diperbarui dengan menambahkan kutipan orasi dari Agus Sniper, yang memberikan warna yang lebih kuat dan menggambarkan semangat aksi demonstrasi. Kutipan ini juga menyoroti isu praktik perizinan yang dipersulit dan dugaan adanya korupsi di lingkungan DPRD dan APH. (har)








