Sukabumi, Jawa Barat. seputarindonesia.co.id — Dugaan penyimpangan keuangan kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2024 terhadap pengelolaan keuangan tiga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemkab Sukabumi, ditemukan adanya pembayaran tunjangan dan honorarium yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan dengan nilai total mencapai lebih dari Rp 1,45 miliar.
Tiga rumah sakit yang menjadi sorotan tersebut adalah RSUD Sekarwangi, RSUD Palabuhanratu, dan RSUD Sagaranten, yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Pemeriksaan menunjukkan bahwa pembayaran tunjangan jabatan di ketiga RSUD dilakukan secara ganda dan melebihi ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah. Pejabat di lingkungan RSUD menerima tunjangan jabatan dari dua sumber, yaitu dari rekening kas daerah (RKUD) dan dari rekening kas BLUD yang ditetapkan sendiri oleh direktur masing – masing rumah sakit. Padahal, besaran tunjangan jabatan telah diatur secara nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural.

Selain tunjangan jabatan, ditemukan pula berbagai pembayaran honorarium yang tidak memiliki dasar hukum yang sah. Beberapa di antaranya adalah honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa di RSUD Sagaranten sebesar Rp 6 juta yang dibayarkan kepada pejabat yang sudah menerima tunjangan serupa dari satuan kerja lain, honorarium penyusunan laporan keuangan RSUD Palabuhanratu sebesar Rp13,6 juta yang seharusnya termasuk dalam tugas pokok pegawai, honorarium Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di tiga RSUD senilai Rp152,5 juta yang tidak diatur dalam Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 22 Tahun 2023 tentang Standar Harga Satuan (SHS), serta honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di RSUD Sekarwangi dan RSUD Palabuhanratu sebesar Rp190 juta yang juga tidak diatur dalam peraturan resmi pemerintah daerah. Dari keseluruhan temuan tersebut, nilai total penyimpangan mencapai Rp 1.456.117.332,00.
Walaupun seluruh kelebihan pembayaran tersebut telah dikembalikan ke kas daerah pada bulan Mei 2025, pengembalian tersebut tidak menghapus unsur pidana dalam perbuatannya. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana, melainkan hanya dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman. Dengan demikian, tindakan pembayaran tunjangan dan honorarium tanpa dasar hukum yang sah telah memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor.

Perbuatan tersebut juga menyalahi ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa setiap pejabat pengelola keuangan wajib mengelola anggaran secara tertib, taat pada peraturan, efisien, dan transparan. Tindakan para direktur RSUD yang menetapkan tunjangan dan honorarium tanpa dasar hukum dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan kelalaian dalam pengelolaan keuangan negara.
Selain berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, tindakan ini juga mencerminkan lemahnya sistem pengawasan internal di lingkungan pemerintah daerah.
Direktur RSUD, bendahara, serta pejabat keuangan yang terlibat memiliki tanggung jawab hukum baik secara administrasi maupun pidana. Kepala Dinas Kesehatan selaku pembina teknis BLUD juga dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terbukti lalai melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran.
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memiliki kewenangan penuh untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, lembaga tersebut berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memastikan adanya kepastian hukum terhadap kasus ini.
Publik menilai, kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah. Fleksibilitas keuangan yang dimiliki BLUD bukan berarti kebebasan tanpa batas. Semua penggunaan anggaran tetap harus tunduk pada peraturan, prinsip efisiensi, serta asas keadilan dan kepatutan.
Pengawasan dan audit internal yang ketat diperlukan agar dana publik tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Sukabumi melakukan evaluasi terhadap seluruh jajaran direktur rumah sakit dan menertibkan kembali sistem pemberian tunjangan dan honorarium di lingkungan BLUD. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat menjadi pelajaran agar praktik serupa tidak terulang, sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan keuangan daerah..
Dengan nilai penyimpangan mencapai lebih dari Rp1,4 miliar, publik kini menunggu langkah nyata dari aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Inspektorat Daerah, untuk memastikan keadilan dan menegakkan supremasi hukum. Sektor pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi benteng kesejahteraan rakyat justru tidak boleh dinodai oleh tindakan penyalahgunaan anggaran
Transparansi, kejujuran, dan kepatuhan terhadap aturan menjadi kunci untuk mengembalikan marwah pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab di Kabupaten Sukabumi.
(M.Dasep)








