Sukabumi, Jawa Barat. Seputarindonesia.co.id — Dugaan Penyimpangan dan Praktik KKN dalam Pertanggungjawaban Belanja BBM Enam SKPD Kabupaten Sukabumi Tahun 2024
Dugaan praktik penyimpangan dan kelalaian dalam tata kelola keuangan daerah kembali menyeruak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan bahwa pertanggungjawaban belanja bahan bakar minyak (BBM) kendaraan dinas di enam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Total nilai belanja yang tidak sesuai mencapai Rp 644.491.101,00, yang kemudian baru disetorkan kembali ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) setelah temuan audit keluar.
Temuan ini menimbulkan dugaan kuat adanya penyimpangan administrasi dan potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pertanggungjawaban keuangan, terutama terkait manipulasi bukti transaksi atau pembuatan bukti pengisian bahan bakar fiktif.
Pola Penyimpangan yang Terjadi
Enam SKPD yang terlibat dalam pertanggungjawaban belanja BBM tidak sesuai ketentuan tersebut
Antara lain:
1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) – sebesar Rp. 204.519.150,00
2. RSUD Sekarwangi – sebesar Rp. 136.000.000,00
3. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) – sebesar Rp. 94.508.930,00
4. Dinas Sosial (Dinsos) – sebesar Rp. 92.672.971,00
5. Dinas Kesehatan (Dinkes) – sebesar Rp. 68.296.500,00
6. Dinas Pendidikan (Disdik) – sebesar Rp. 48.493.450,00
Seluruh temuan tersebut bermuara pada pola yang sama: pertanggungjawaban BBM menggunakan struk/bon pembelian dari SPBU yang tidak dapat diyakini kebenarannya. Artinya, diduga terdapat pemalsuan bukti transaksi, penggelembungan (markup) volume pembelian, atau bahkan pencatatan fiktif tanpa adanya transaksi riil. Sebagai contoh, pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ditemukan 610 lembar struk senilai lebih dari Rp 204 juta yang tidak valid, sementara di RSUD Sekarwangi sebanyak 325 struk dengan nilai Rp 136 juta dinilai tidak sah. Pola ini berulang di dinas lainnya, menunjukkan sistem pertanggungjawaban keuangan yang lemah dan minim pengawasan internal.
Dugaan Unsur KKN dan Penyalahgunaan Wewenang
Meskipun seluruh nilai penyimpangan tersebut telah disetorkan kembali ke kas daerah, hal ini tidak otomatis menghapus dugaan tindak pidana penyalahgunaan keuangan negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap pejabat yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya yang berakibat merugikan keuangan negara dapat dipidana, meski kerugian tersebut telah dikembalikan.
Kuat dugaan bahwa praktik ini terjadi akibat: Kurangnya pengawasan dari Pejabat Pengguna Anggaran (PA) pada tiap SKPD. Kelemahan verifikasi dari Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) terhadap bukti pertanggungjawaban.
Kelalaian atau kesengajaan Bendahara Pengeluaran dalam melakukan pemeriksaan keabsahan bukti pengeluaran. Dalam praktiknya, hal semacam ini sering digunakan untuk menutupi penggunaan dana operasional nonprosedural, mendapatkan keuntungan pribadi, atau menyalurkan dana untuk kepentingan di luar tugas kedinasan.
Analisis Pelanggaran Administratif dan Hukum, Berdasarkan pemeriksaan dan regulasi yang berlaku, perbuatan ini bertentangan dengan, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya: Pasal 141 ayat (1), setiap pengeluaran wajib didukung bukti lengkap dan sah. Pasal 150 ayat (1) huruf a dan c, bendahara wajib meneliti dan menguji kebenaran dokumen tagihan. Pasal 150 ayat (3), bendahara bertanggung jawab pribadi atas pembayaran yang dilakukannya.
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menegaskan bahwa setiap laporan pertanggungjawaban belanja harus dilampiri bukti lengkap dan sah serta diverifikasi oleh PPK – SKPD sebelum disetujui oleh PA.
Ketidaksesuaian bukti transaksi BBM jelas merupakan pelanggaran terhadap asas transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap peraturan keuangan negara.
Potensi Tindak Pidana dan Kerugian Negara: Meskipun dana sebesar Rp. 644 juta telah dikembalikan, indikasi kerugian negara tetap ada karena penyimpangan tersebut menunjukkan adanya rekayasa administrasi dan penyalahgunaan prosedur keuangan. Dalam konteks hukum pidana korupsi, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai, Penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh pejabat pengguna anggaran dan bendahara.
Pemalsuan dokumen keuangan sesuai Pasal 263 KUHP jika terbukti adanya manipulasi bukti struk/bon.
– Perbuatan memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, Dengan adanya enam instansi berbeda yang menunjukkan pola penyimpangan serupa, dugaan ini memperkuat indikasi praktik sistematis dan terstruktur yang dapat masuk dalam kategori kolusi antar pejabat pelaksana keuangan daerah.
Analisis Akuntabilitas dan Moralitas Pejabat Publik, Penyimpangan dalam belanja BBM kendaraan dinas menunjukkan degradasi moralitas birokrasi di lingkungan Pemkab Sukabumi. Kendaraan dinas semestinya digunakan untuk menunjang pelayanan publik, bukan sebagai sarana mencari keuntungan pribadi melalui manipulasi laporan keuangan.
Keterlibatan enam SKPD menunjukkan bahwa mekanisme kontrol internal (inspektorat daerah) tidak berjalan efektif. Pengawasan seolah bersifat formalitas, baru bergerak setelah adanya temuan BPK. Padahal, sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) semestinya dapat mencegah penyimpangan sejak tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Rekomendasi Tindak Lanjut dan Langkah Hukum: BPK telah merekomendasikan agar Bupati Sukabumi menindaklanjuti temuan ini dalam waktu 60 hari dan memperketat pengawasan atas pertanggungjawaban keuangan di seluruh SKPD. Namun, langkah administratif saja tidak cukup.
Dari sudut pandang hukum dan tata kelola pemerintahan, seharusnya, Inspektorat Kabupaten Sukabumi melakukan pemeriksaan lanjutan (audit investigatif) untuk memastikan apakah penyetoran kembali dana tersebut menutup unsur pelanggaran pidana. Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi Jawa Barat perlu memproses hasil audit BPK ini sebagai bahan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi.
Bupati Sukabumi wajib menjatuhkan sanksi administratif dan etik terhadap pejabat yang terbukti lalai atau sengaja melakukan manipulasi laporan pertanggungjawaban.
Kesimpulan Temuan penyimpangan belanja BBM kendaraan dinas pada enam SKPD di Kabupaten Sukabumi bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan mencerminkan kegagalan sistem pengawasan keuangan daerah dan potensi tindak pidana korupsi.
Meskipun seluruh dana telah dikembalikan ke kas daerah, tindakan manipulatif ini tetap menyalahi prinsip akuntabilitas publik dan menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan.
Kasus ini memperlihatkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di daerah masih juga lemahnya kontrol internal yang memungkinkan terjadinya penyimpangan terstruktur di banyak sektor birokrasi daerah.
(M.Dasep)








