Kabupaten Bekasi – seputar indonesia.co.id – Aroma penyimpangan dana desa kembali menyeruak dari wilayah utara Kabupaten Bekasi. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Desa Bantarsari, Kecamatan Pebayuran, yang tengah diguncang dugaan serius penyalahgunaan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Senin (6/10/2025).
Laporan resmi Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (DPD AKPERSI) Provinsi Jawa Barat telah dilayangkan kepada Inspektorat Kabupaten Bekasi, menuntut dilakukan audit investigatif menyeluruh atas tata kelola keuangan desa tersebut.
Dalam surat resmi bernomor 0058/DPD-AKPERSI-JBR/X/2025, AKPERSI mengungkapkan indikasi kuat bahwa dana BUMDes tahun anggaran 2025 telah dicairkan tanpa adanya kegiatan usaha yang jelas, laporan pertanggungjawaban keuangan, maupun transparansi penggunaan dana.
Yang lebih mengejutkan, seluruh dokumen penting dan rekening resmi BUMDes Bantarsari justru dikuasai oleh Bendahara Desa, bukan oleh pengurus BUMDes yang sah secara administratif.
“Ini bentuk penyalahgunaan kewenangan yang terang-benderang. BUMDes seharusnya dikelola oleh struktur pengurusnya, bukan oleh perangkat desa. Kami menduga kuat ada praktik pengalihan fungsi, bahkan penguasaan dana di luar ketentuan hukum,” tegas Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., Ketua DPD AKPERSI Jawa Barat.
AKPERSI menilai praktik ini bukan sekadar kelalaian, melainkan indikasi pembiaran sistemik yang melibatkan aparat pengawasan di tingkat kecamatan dan pendamping desa.
Dalam laporan tersebut, AKPERSI meminta agar Inspektorat Kabupaten Bekasi melakukan audit keuangan dan pemeriksaan dokumen desa sejak tahun 2021 hingga 2025, karena diduga terdapat anggaran fiktif.
Menanggapi laporan tersebut, Camat Pebayuran, Hasyim Adnan Adha, S.STP., M.Si., memastikan telah menurunkan tim dari kecamatan untuk meminta klarifikasi langsung ke kantor Desa Bantarsari. Namun upaya itu justru menemui kejanggalan.
“Hari Senin, 06 Oktober 2025, saya menugaskan Kasi Pemerintahan Kecamatan untuk datang ke kantor Desa Bantarsari meminta keterangan dari Kepala Desa. Namun, Kepala Desa tidak ada di kantor, jadi Kasi Pem hanya bertemu dengan Sekretaris Desa Bantarsari,” ujar Hasyim saat dikonfirmasi melalui WhatsApp.
Absennya Kepala Desa saat pemeriksaan awal itu menimbulkan tanda tanya besar: apakah sengaja menghindar atau memang tidak mengetahui adanya pemeriksaan mendadak? Publik kini menunggu tindak lanjut tegas dari pihak kecamatan dan Inspektorat.
Ironisnya, di tengah mencuatnya dugaan penyimpangan ini, para pendamping desa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pengawasan justru memilih bungkam.
H. Wawan, pendamping lokal Desa serta Yandi, pendamping desa se-Kecamatan Pebayuran, tidak memberikan respons apa pun ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Diamnya para pendamping ini menimbulkan kecurigaan publik: apakah mereka tidak mengetahui praktik penyimpangan tersebut, atau justru sengaja menutup mata atas pelanggaran yang terjadi?
Melihat indikasi yang semakin menguat, DPD AKPERSI Jabar mendesak Inspektorat Kabupaten Bekasi tidak berhenti pada klarifikasi administratif semata.
“Kami meminta dilakukan audit investigatif langsung ke lapangan. Jika ditemukan pelanggaran struktural atau indikasi pidana, maka harus segera dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum. Jangan ada pembiaran yang mengorbankan uang rakyat,” tegas Ahmad Syarifudin.
Selain itu, AKPERSI juga meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri turun langsung mengevaluasi sistem pengawasan di lingkungan Pemkab Bekasi, karena lemahnya fungsi kontrol di tingkat kecamatan dan pendamping dinilai menjadi akar terjadinya penyimpangan berulang
Kasus Bantarsari kini menjadi cermin buruk tata kelola BUMDes di Kabupaten Bekasi. Jika dugaan ini terbukti, maka pola penyimpangan yang sama bisa terjadi di desa-desa lain.
DPD AKPERSI menegaskan akan mengawal proses hukum dan audit hingga tuntas, demi memastikan uang rakyat benar-benar kembali ke kepentingan masyarakat.
“Kami tidak akan berhenti di laporan. Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi soal moralitas penyelenggara desa. Pengawasan harus ditegakkan, integritas harus dibuktikan,” pungkas Ahmad Syarifudin.
(Red)