Jakarta – seputar indonesia.co.id – Pemerintah Indonesia melalui kebijakannya menetapkan bahwa impor BBM dilakukan oleh Pertamina, sebagai BUMN yang ditugaskan untuk menjaga pasokan energi nasional. Tujuannya antara lain :
– Menjamin ketahanan energi nasional.
– Mengendalikan harga BBM.
– Menjaga stabilitas pasokan dan distribusi BBM ke seluruh wilayah Indonesia, Jumat (3/10/2025).
Namun, kebijakan ini menimbulkan sejumlah permasalahan dan kritik, baik dari pelaku industri maupun pengamat kebijakan energi.
*Permasalahan Utama*
1. Monopoli dan Kurangnya Persaingan. Pertamina memonopoli impor BBM, sehingga tidak ada kompetitor yang bisa menawarkan harga atau kualitas yang lebih baik. Hal ini bisa menyebabkan inefisiensi, tingginya harga BBM, dan ketergantungan terhadap satu entitas.
2. Kurang Fleksibel bagi Swasta. Badan usaha swasta yang ingin menjual BBM non-subsidi tetap harus membeli dari Pertamina, meskipun mereka memiliki kemampuan dan akses untuk impor sendiri. Ini dianggap menghambat iklim usaha dan tidak adil bagi pelaku swasta yang ingin masuk pasar BBM.
3. Potensi Inefisiensi dalam Rantai Pasok. Dengan hanya satu entitas yang mengimpor, maka efisiensi rantai pasok bergantung penuh pada Pertamina. Jika ada kendala logistik atau kesalahan manajemen, dampaknya bisa meluas ke seluruh negeri.
4. Harga BBM Tidak Kompetitif. Di beberapa kasus, harga BBM dari Pertamina dianggap lebih mahal dibandingkan jika diimpor langsung oleh badan usaha lain. Ini dapat berdampak pada biaya logistik nasional dan harga barang lainnya.
5. Regulasi yang Tidak Seimbang. Beberapa pelaku industri menganggap kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat liberalisasi sektor energi.
Padahal, Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 sebenarnya membuka ruang bagi persaingan sehat dalam distribusi dan perdagangan BBM.
*Alternatif Solusi dan Rekomendasi*
– Membuka Izin Impor bagi Swasta (dengan regulasi ketat), misalnya untuk BBM non-subsidi atau industri, agar harga bisa lebih kompetitif.
– Transparansi Harga dan Rantai Pasok sehingga Pertamina perlu membuka mekanisme pembentukan harga agar tidak menimbulkan kecurigaan.
– Pengawasan Lebih Ketat, Bukan Monopoli sehingga Pemerintah bisa mengontrol lewat regulasi dan pengawasan, bukan harus melalui satu perusahaan saja.
– Mendorong BUMN & Swasta Bersaing Sehat, karena persaingan akan memacu efisiensi dan inovasi dalam sektor energi.
Dengan demikian, kebijakan impor BBM melalui Pertamina memang memiliki tujuan baik, terutama dalam menjaga ketahanan energi nasional. Namun, kebijakan ini juga membawa konsekuensi berupa kurangnya kompetisi, potensi inefisiensi, dan tingginya harga BBM.
Solusinya bukan menghapus peran Pertamina, tetapi menyeimbangkan peran negara dan swasta, serta membuka ruang persaingan yang sehat dan transparan, agar sektor energi nasional bisa lebih efisien, terjangkau, dan berkelanjutan.
(Red)