Makna ‘Cassandra Paradox Dalam Konteks Politik Modern

Jakartaseputar Indonesia.co.id – Dalam mitologi Yunani ada istilah Cassandra Paradox. Dalam konteks modern, Cassandra Paradoks merujuk pada fenomena ketika seseorang atau kelompok memberikan peringatan penting tentang bencana atau krisis yang akan datang, namun diabaikan oleh masyarakat atau para pengambil kebijakan karena dianggap pesimis atau tidak sejalan dengan narasi dominan. Jadi Cassandra paradox adalah istilah yang merujuk pada situasi di mana seseorang memberikan peringatan atau prediksi tentang bahaya yang akan datang, namun tidak ada yang mempercayainya, meskipun prediksinya benar, Sabtu (27/9/2025).

Istilah ini mulai menarik ketika Bung Rocky Gerung dalam suatu diskusi di televisi nasional melontarkan istilah Cassandra Paradox. Sejak saat itu banyak orang yang mencari literasi yang terkait dengan istilah ini. Termasuk ada bebera pertanyaan yang sampai melalui telepon seluler. Oleh karenanya, ada baiknya pada kesempatan ini dijelaskan biar bisa dibaca oleh banyak orang.

Cassandra adalah seorang putri Raja Priam dari Troya yang dikaruniai kemampuan untuk meramal masa depan oleh dewa Apollo. Namun, karena ia menolak cinta Apollo, sang dewa mengutuknya. Ia tetap bisa meramal dengan akurat, tetapi tidak ada seorang pun yang akan mempercayainya. Akibatnya, ketika Cassandra meramalkan kehancuran Troya (misalnya karena menerima kuda Trojan), tidak ada yang mengindahkannya, dan bencana pun terjadi.

Dalam konteks modern, Cassandra paradox digunakan untuk menggambarkan seorang ilmuwan, ahli, atau individu yang memberikan peringatan berbasis data atau intuisi yang akurat, tetapi peringatannya diabaikan oleh masyarakat, media, atau pihak berwenang sehingga akhirnya bencana benar-benar terjadi. Contoh kasus nyata terkait Perubahan Iklim. Ilmuwan sudah memperingatkan bahaya perubahan iklim sejak lama, tapi peringatan ini sering diabaikan atau dipolitisasi.

Itilah “Paradox” muncul karena situasi ini mengandung situasi yang ironis. Seseorang yang benar justru tidak dipercaya, padahal niatnya menyelamatkan. Hal ini menimbulkan frustrasi, baik bagi si pemberi peringatan maupun masyarakat yang akhirnya terkena dampaknya. Dalam fenomena politik kontemporer juga sering ditemukan, saat ucapan dari orang yang benar tidak lagi didengar dan tidak lagi dipercaya padahal tujuannya untuk menyelamatkan masyarakat dari tsunami politik yang bisa meluluhlantakan sendi – sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara yang bohong karena menguasai kekuatan “uang”,maka kebohongannya akan tampak seperti sebuah kebenaran melalui agresifitas opini para buzzer dan influencernya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *