Dede Farhan Aulawi Nyatakan Tidak Ada Variabel Tunggal Dalam Demonstrasi Rusuh

Jakartaseputar indonesia.co.id – Demonstrasi rusuh kemarin harus jadi bahan pembelajaran buat kita semua agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Semua pihak tentu harus mawas diri, dan memperbaiki empati sosial secara kolektif, saling menjaga dan saling menghormati hak dan kewajiban setiap orang, serta menghindari tindakan provokatif dan tindakan anarkis. Kemudian terkait dengan berseliwerannya analisis yang beragam terkait siapa dalang kerusuhan, maka menurut hemat saya TIDAK ADA variabel tunggal dalam demo kemarin, melainkan merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor (multi variabel),”ujar Pemerhati Pertahanan dan Keamanan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (3/9/2025).

Hal tersebut ia sampaikan menanggapi berbagai pertanyaan dari media melalui telepon selulernya terkait dengan demo rusuh di akhir agustus 2025. Menurutnya, dalam konteks sosial atau politik, variabel tunggal berarti satu penyebab atau faktor utama yang mendorong suatu peristiwa, dalam hal ini demonstrasi. Misalnya, jika demo terjadi hanya karena kenaikan harga BBM, itu berarti variabel tunggalnya adalah ekonomi (harga BBM). Namun dalam kenyataannya, demonstrasi jarang sekali hanya karena satu hal.

“ Memang ada demonstran garis lurus, yaitu mereka yang murni berdemonstrasi dalam rangka menyalurkan aspirasi secara tertib dan damai dalam rangka memperjuangkan aspirasinya. Namun ada juga pendemo garis bengkok, yaitu mereka yang memanfaatkan situasi dan momentum untuk melakukan tindakan – tindakan anarkis, bahkan bisa merusak fasilitas negara atau fasilitas umum. Padahal semua fasilitas itu dibangun dari uang rakyat, yang harusnya dijaga bersama “, tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Dede juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu suatu demonstrasi besar, yaitu :
1. Kondisi Sosial Ekonomi Kompleks. Isu seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial sering kali menjadi latar belakang yang memperparah reaksi terhadap kebijakan pemerintah.
2. Faktor Politik. Demonstrasi sering dimanfaatkan oleh aktor politik untuk mendorong agenda tertentu, bukan sekadar menentang kebijakan.
3. Adanya ketidakpercayaan terhadap sistem pemerintahan yang dinilai jauh dari nilai – nilai keadilan dan kesetaraan di muka hukum.
4. Mobilisasi Sosial dan Medsos. Media sosial memungkinkan isu kecil berkembang cepat dan menjadi besar, digabungkan dengan isu lain. Contoh, demo omnibus law bukan hanya soal buruh, tapi juga lingkungan, hak asasi, dan demokrasi.
5. Solidaritas dan Identitas Kolektif. Demonstrasi sering dilakukan oleh berbagai kelompok dengan motif berbeda, tapi bersatu karena adanya rasa solidaritas. Atau ‘siapa’ memanfaatkan ‘siapa’
6. Adanya kelompok yang memiliki kontra kepentingan dengan pemerintah, baik karena merasa terusik, terganggu, atau terancam.
7. Kepentingan asing yang memanfaatkan situasi dengan segala bentuk modus dan kepentingannya. Bentuknya bisa berupa pendanaan uang, propaganda, dan sebagainya.

“ Jadi demonstrasi itu secara umum merupakan akumulasi berbagai ketidakpuasan yang saling terkait, bukan sekadar reaksi terhadap satu kebijakan atau peristiwa saja. Apalagi jika ada pemantik tambahan berupa ‘ucapan’ atau ‘perbuatan’ dari simbol – simbol pejabat pemegang kewenangan yang dianggap menyinggung, melecehkan atau menghinakan. Jadi ketika titik itu ketemu, maka percikan api pun bisa menjadi sumber ledakan,”pungkasnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *