Jakarta – seputar indonesia.co.id – Setelah terjadinya rangkaian demonstrasi di beberapa kota, ada baiknya menambah literasi demo dalam perspektif psikologi. Tinjauan psikologi dalam pengamanan massa demonstrasi penting untuk memahami perilaku kelompok dan individu dalam situasi tersebut, serta bagaimana faktor-faktor psikologis dapat mempengaruhi dinamika massa. Beberapa aspek psikologis yang relevan dalam konteks pengamanan massa demonstrasi ada beberapa hal yang patut dijelaskan dibawah ini, Senin (1/9/2025).
Deindividuasi, yaitu ketika individu berada dalam kerumunan besar, mereka cenderung kehilangan identitas pribadi dan merasa kurang bertanggung jawab atas tindakan mereka. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan perilaku agresif atau destruktif. Dalam konteks demonstrasi, deindividuasi bisa menjelaskan mengapa orang yang biasanya tenang bisa terlibat dalam kerusuhan.
Norma Sosial dan Tekanan Kelompok. Dalam massa, individu sering kali merasa tertekan untuk mengikuti norma kelompok, bahkan jika norma tersebut tidak rasional atau bertentangan dengan nilai pribadi mereka. Hal ini dapat memperburuk situasi jika ada provokasi atau aksi kekerasan dari sebagian kecil orang dalam demonstrasi.
Efek Konformitas. Dalam kerumunan besar, orang cenderung mengikuti apa yang dilakukan orang lain. Konformitas ini bisa terjadi baik dalam tindakan damai maupun kekerasan, tergantung pada dinamika kelompok dan bagaimana pemimpin atau pihak yang memimpin aksi berperan.
Pengaruh Pemimpin dalam banyak demonstrasi, baik yang damai maupun yang anarkis, pemimpin atau figur yang berpengaruh memainkan peran besar dalam mengarahkan arah massa. Pemimpin ini bisa menginspirasi atau memanipulasi emosi massa, baik untuk menenangkan suasana atau sebaliknya, memicu eskalasi ketegangan.
Pesan dan Simbolisme. Pemimpin seringkali menggunakan pesan yang kuat dan simbol-simbol tertentu untuk memperkuat identitas kelompok dan memperkuat semangat para demonstran. Penggunaan simbol ini bisa berpotensi meredakan atau meningkatkan ketegangan.
Stres dan Ketegangan Sosial. Ketegangan antara demonstran dan aparat keamanan sering kali disertai dengan peningkatan stres psikologis. Ketika pihak berwenang menggunakan taktik yang represif, seperti penggunaan gas air mata atau kekerasan fisik, hal ini bisa memicu respons emosional yang lebih ekstrem dari massa, yang bisa berujung pada eskalasi konfrontasi.
Faktor Ketakutan. Ketika massa merasa terancam atau diserang, mereka bisa bereaksi dengan cara yang sangat defensif atau agresif. Ketakutan akan penindasan bisa memperburuk ketegangan dan memicu reaksi yang lebih besar.
Strategi Pengendalian Emosi. Aparat keamanan perlu memahami bahwa kerumunan massa sering kali tidak dipengaruhi oleh alasan rasional, tetapi lebih dipengaruhi oleh emosi kelompok. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih humanistik dan dialogis lebih cenderung efektif daripada kekerasan langsung. Polisi atau aparat pengamanan yang terlatih dalam pengendalian massa harus bisa menilai suasana hati kerumunan, membaca tanda-tanda ketegangan, dan merespons dengan cara yang meminimalkan risiko eskalasi.
Kesiapan Mental dan Profesionalisme. Aparat pengamanan juga harus menjaga kestabilan emosi mereka agar tidak terprovokasi oleh tindakan demonstran. Jika aparat bertindak dengan tenang dan profesional, ini bisa meredakan ketegangan dan membantu memecah potensi kerusuhan.
Sosial dan Identitas Kelompok. Ketika orang bergabung dalam suatu kelompok besar yang memiliki tujuan bersama, mereka cenderung merasa memiliki rasa solidaritas yang kuat. Hal ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan mereka, termasuk cara mereka merespons atau bertindak dalam menghadapi otoritas atau ancaman.
Pengaruh Media Sosial. Media sosial seringkali berperan penting dalam mengorganisir massa dan menyebarkan informasi. Pesan yang tersebar melalui media sosial dapat mempengaruhi mood dan perilaku kelompok, serta merespons tindakan atau kebijakan pihak berwenang dengan lebih cepat.
Emosi yang Mengarah pada Proses Dialog. Emosi seperti marah, kecewa, atau frustrasi sering kali mendasari alasan seseorang terlibat dalam demonstrasi. Memahami emosi ini dan mengakui keberadaannya bisa membuka jalur untuk negosiasi yang lebih efektif antara demonstran dan pihak berwenang.
Membangun Kepercayaan. Salah satu tantangan terbesar dalam pengamanan massa adalah membangun kepercayaan antara aparat keamanan dan demonstran. Dialog yang terbuka dan sikap yang empatik dari aparat bisa membantu meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Pemulihan Emosional. Setelah demonstrasi, baik yang berlangsung damai maupun yang penuh kekerasan, penting untuk mengelola dampak psikologis pada semua pihak, baik peserta maupun aparat keamanan. Stres pasca demonstrasi bisa berlanjut dalam bentuk kecemasan, trauma, atau perasaan ketidakadilan.
Kebutuhan untuk Penyembuhan Sosial. Proses penyembuhan sosial yang melibatkan rekonsiliasi dan dialog bisa menjadi cara yang efektif untuk meredakan ketegangan jangka panjang setelah demonstrasi besar.
Jadi, tinjauan psikologi dalam pengamanan massa demonstrasi mencakup berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku kelompok, termasuk dinamika emosional, identitas sosial, pengaruh pemimpin, serta reaksi terhadap stres dan ketegangan. Pemahaman mendalam tentang faktor-faktor ini sangat penting dalam merancang strategi pengamanan yang efektif dan humanis, guna mengurangi risiko eskalasi kekerasan dan menciptakan suasana yang lebih aman bagi semua pihak yang terlibat.
(Semoga bermanfaat)
(Red)