Dede Farhan Aulawi Bicara Pembangunan Kekuatan Maritim Indonesia

NID:SIZE:1,2 MB

Jawa barat Tasik Malayaseputar indonesia.co.id – Mencermati perkembangan situasi dan perubahan lingkungan strategis yang sdangat dinamis saat ini, maka perlu segera melakukan langkah – langkah terkait dengan Integrasi sistem pertahanan masa depan. Sistem ini menekankan pada penggabungan teknologi modern dengan aset tradisional, serta kolaborasi antara berbagai pihak (pemerintah, industri, akademisi, dan media) untuk menciptakan sistem pertahanan yang kuat, adaptif, dan mandiri. Fokusnya adalah pada kesadaran situasional yang lebih baik, efisiensi operasional, dan fleksibilitas strategis, didukung oleh penguasaan teknologi seperti perang siber, drone, dan kecerdasan buatan “, ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Tasikmalaya, Senin (18/8).

Hal tersebut ia sampaikan saat ngobrol santai dengan para koleganya di kawasan pengrajin Tasikmalaya. Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan perlunya penguatan konsep pertahanan depan (forward defence) dan peperangan terpadu serupa Air Sea Battle. Menurutnya, Air Sea Battle pada dasarnya merupakan doktrin operasi terpadu dari matra udara dan matra laut. Doktrin ini muncul sebagai perkembangan dari konsep Air Land Battle. Berfokus di ranah maritim, Air Sea Battle terutama ditujukan untuk “mengatasi lawan yang memiliki kemampuan anti akses atau area-denial”, sehubungan dengan kemampuan peluncuran rudal jelajah/balistik, operasi udara jarak jauh, dan perang siber.

“ Dengan demikian doktrin Air Sea Battle menekankan peperangan berbasis jaringan, demi memungkinkan operasi skala besar yang dilakukan pada jarak jauh dan dalam waktu bersamaan untuk menihilkan keunggulan lawan. Dalam konteks ini, muncul beberapa pertanyaan terkait kemampuan mewujudkan strategi pertahanan depan ini. Pertama, kurangnya rekam jejak dalam melakukan proyeksi militer ke luar batas negara. Di luar pengiriman pasukan perdamaian, penggunaan militer Indonesia ke luar batas negara baru sebatas mengirimkan pasukan khusus dalam menangani masalah non konvensional (terorisme dan pembajakan) dan latihan bersama dengan negara tetangga. Belum ada lagi penggelaran serupa misi deterrence jarak jauh yang diemban pembom strategis Tupolev di masa Orde Lama “, tambahnya.

Kedua, berdasarkan dasar pertahanan negara, Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta) lebih menekankan pertahanan menyeluruh yang dilakukan masyarakat bila mendapat serangan dari luar. Adapun Perpres No. 97 Tahun 2015 bisa dikatakan baru merintis prinsip dasar untuk melakukan proyeksi kemampuan di ranah maritim Asia Timur, dengan memprioritaskan penguatan ranah maritim dalam batas teritorial hingga tahun 2019. Dalam konteks ini, ancaman non konvensional seperti separatisme, terorisme, dan perang siber lebih diutamakan ketimbang perang konvensional, alias negara melawan negara lainnya.

Ketiga, doktrin peperangan terpadu di Indonesia terkesan masih berupa rintisan. Dari segi doktrin, Indonesia mengenal apa yang disebut dengan konsep Trimatra Terpadu. Konsep ini muncul di dekade 2000-an awal sebagai dasar integrasi antara matra darat, laut, dan udara dalam mewujudkan pertahanan nasional. Hanya saja ketergabungan ini kesannya masih belum terwujud, misalnya dengan pengadaan alutsista yang memiliki interoperabilitas terbatas dan belum tersambung melalui jaringan informasi.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa saat berbicara mengenai perang modern dimana seluruh objek vital serentak menjadi sasaran dalam suatu operasi militer, tentunya bisa dipahami bahwa menunggu musuh masuk ke dalam batas wilayah merupakan tindakan yang membahayakan. Memang tidak mudah untuk merumuskan kebijakan di tengah persepsi dan kepentingan tetangga yang berbeda-beda, selain juga berada di bawah pengaruh besar dari great power di kawasan. Hanya saja sebagai dasar yang lebih konkret untuk melakukan pembangunan kekuatan maritim Indonesia, kebijakan luar negeri, kepentingan nasional, serta definisi tujuan pertahanan dan ancaman eksternal rasanya bisa dirumuskan dengan lebih gamblang.

Perlu diingat bahwa saat ini medan tempur telah berkembang dalam lingkungan yang sangat kompetitif, kompleks dan serba cepat di 5 (lima) lini secara simultan atau bersamaan meliputi darat, laut, udara, ruang angkasa dan siber. Hal ini semakin didukung dengan kemudahan pengumpulan berbagai data dari sensor platform baik berawak maupun tidak berawak. Faktor penentu perang modern dalam lingkungan yang semakin kompetitif dan kompleks membutuhkan perspektif dan prediksi secara terintegrasi dengan tetap menjaga efisiensi dan kredibilitasnya.

Hal ini membutuhkan integrasi, akurasi waktu dan sinergitas respon. Integrasi Lintas Medan (Multi-Domain Integration) merupakan kemampuan dalam mengintegrasikan penggunaan teknologi digital yang diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Teknologi telah menjadi bagian dari medan pertempuran modern dan penggunaannya secara efektif dapat memberikan informasi intelijen, meningkatkan kewaspadaan personel dilapangan hingga menyelamatkan nyawa manusia pada medan yang sulit dijangkau. Integrasi Lintas Medan pada 5 (lima) bidang dapat menjadi landasan yang diperlukan bagi pasukan dalam pengambilan keputusan atau mengkomunikasikan langkah-langkah selanjutnya.

Kemudian Dede juga menegaskan bahwa Integrasi Lintas Medan juga dapat meng-counter berbagai potensi ancaman masa depan seperti penggunaan senjata hipersonik hingga serangan Cyber and Electromagnetic Activities (CEMA) Integration. Ruang pertempuran telah diperluas dengan mengaburkan perbedaan konseptual tradisional antara perang dan damai, terbuka dan tertutup, dalam dan luar negeri serta fisik dan virtual. Aktor negara dan non-negara keduanya terus mengembangkan cara dan sarana baru demi mencapai tujuan melalui media ruang angkasa, siber, spektrum elektromagnetik dan lain sebagainya. Kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi seperti kecerdasan buatan dan berbagai teknologi baru lainnya ikut memfasilitasi Integrasi Lintas Medan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lebih lanjut iapun menjelaskan bahwa Integrasi Lintas Medan khususnya pada sektor pertahanan membutuhkan berbagai teknologi modern yang sesuai dengan karakteristik revolusi teknologi Industri 4.0 diantaranya kecerdasan buatan (artificial intelligence), big data, machine learning, sistem otomatis, teknologi robot, nanoteknologi, penggabungan teknologi kedalam serangkaian sistem senjata baru yang inovatif, seperti senjata elektromagnetik (railgun), senjata energi terarah, proyektil kecepatan tinggi, rudal hipersonik, serta teknologi rahasia yang digunakan pada saat terjadinya perang.

Pembangunan Integrasi Lintas Medan sektor pertahanan di Indonesia diharapkan dapat terlaksana dengan Trimatra Terpadu. Konsep ini sebagai langkah dalam menghadapi berbagai potensi ancaman yang berkembang secara simultan atau bersamaan baik di darat, laut, udara, ruang angkasa serta spektrum elektromagnetik dan ruang siber. Salah satu langkah mewujudkan Trimatra Terpadu dengan penguatan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III dan Komando Operasi Khusus TNI.

“ Termasuk di dalamnya pembentukan satuan TNI terintegrasi di Natuna, Saumlaki, Morotai, Biak dan Merauke sebagai satuan pelaksana operasi Komando Gabungan Wilayah Pertahanan yang dilengkapi penguatan sensor terintegrasi ke Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) TNI dengan membangun radar pantai dan kamera jarak jauh (long range camera). Pembangunan Industri Pertahanan diarahkan untuk mewujudkan Industri Pertahanan yang maju, kuat, mandiri dan berdaya saing. Pembentukan Holding BUMN Industri Pertahanan (Defend ID) merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut “, pungkasnya mengakhiri obrolan ringan di sore hari.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *