Pekanbaru – seputar indonesia.co.id – Kebebasan pers di Riau kembali tercoreng. Enam wartawan yang tengah bertugas meliput dugaan penyalahgunaan BBM subsidi di Pom Bensin Tabe Gadang, Pekanbaru, menjadi korban kekerasan brutal yang diduga dilakukan oleh mafia BBM bersama oknum staf pom bensin dan koordinator lapangan. Jumlah pelaku diperkirakan mencapai lebih dari 40 orang.
Para korban adalah Edy Hasibuan (Nusantara Expres), Hotlan Tampubolon (Zona Merah Putih), Ilhamudim (Zona Merah Putih), Ahmad Mizan (Nusantara Expres), Ilham Mutasoib (Zona Merah Putih), dan Alvanza Pebrian Siregar (Garuda Expres). Mereka mengalami pemukulan, intimidasi, dan perusakan peralatan liputan. Bahkan, dua wartawan dilaporkan hilang dan diduga diculik oleh jaringan mafia BBM tersebut.
Aksi Brutal di Siang Bolong
Informasi yang dihimpun menyebutkan, insiden bermula ketika para jurnalis mendatangi lokasi untuk mengumpulkan data dan gambar terkait dugaan praktik ilegal penyaluran BBM bersubsidi. Tanpa peringatan, sekelompok orang langsung menghadang, menghujani korban dengan pukulan, serta merampas dan merusak perlengkapan kerja mereka. Peristiwa ini terjadi di area publik dan disaksikan banyak orang, namun para pelaku bertindak tanpa rasa takut.
Desakan Tegas untuk Kapolres dan Kapolda Riau
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., mengutuk keras aksi kekerasan ini dan mendesak Kapolres Pekanbaru serta Kapolda Riau untuk bertindak cepat.
“Wartawan bekerja dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan lebih dari itu, wartawan adalah pilar keempat demokrasi yang menjaga keseimbangan kekuasaan. Kekerasan ini adalah bentuk serangan langsung terhadap demokrasi. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegas Ahmad.
Ia menekankan, aparat harus membentuk tim khusus untuk menangkap seluruh pelaku dan menemukan dua wartawan yang masih hilang.
“Nyawa wartawan yang hilang itu taruhannya. Kapolres dan Kapolda Riau jangan diam. Ini ujian integritas penegakan hukum di Riau,” ujarnya.
Pom Bensin Harus Dievaluasi
Selain mendesak proses hukum, AKPERSI juga meminta manajemen Pom Bensin Tabe Gadang segera memecat oknum staf yang terlibat dan bekerja sama dengan pihak berwajib. Ahmad menilai, pom bensin yang membiarkan kekerasan terhadap jurnalis terjadi di lingkungannya layak dievaluasi izinnya oleh pihak terkait.
Kebebasan Pers Bukan Slogan Kosong:
Kekerasan terhadap wartawan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Penanganan kasus ini akan menjadi barometer keseriusan Kapolres Pekanbaru dan Kapolda Riau dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Jika pelaku dibiarkan bebas, pesan yang sampai ke publik adalah: hukum hanya berani kepada rakyat kecil, tetapi tak berkutik di hadapan kelompok yang punya kekuatan. Itulah yang tidak boleh terjadi di negara hukum,” tutup Ahmad Syarifudin.
(Red)