Konflik Dengan Masyarakat, Direktur RSUD Cabangbungin Bungin Gunakan Cara Intimidatif

Bekasiseputar indonesia.co.di – Konflik antara Direktur RSUD Cabangbungin dengan masyarakat seolah tak ada habisnya. Mulai dari pelayanan publik, para korban dugaan malpraktik, hingga konflik dengan pekerja putra daerah setempat yang dinaungi outsourcing lokal, semua itu menjadi sorotan publik selama ini.

Dampak dari banyaknya keluhan serta kritikan masyarakat Cabangbungin dan sekitarnya terhadap sosok Direktur sebagai penanggung jawab pelayanan publik di RSUD Cabangbungin, juga turut dirasakan para pekerja lokal. Dengan alasan kurangnya kelengkapan administrasi, pihak RSUD memberikan surat pemutusan dan penghentian kontrak pekerjaan secara sepihak.

Namun, upaya hukum dari pekerja lokal pun dilakukan dengan mengirimkan surat jawaban resmi. Surat pemutusan kontrak sepihak tersebut dinilai cacat hukum, tidak berlaku, dan tidak berdasar karena tidak ada objek wanprestasi (barang dan jasa) yang dilanggar. Persoalan hanya menyangkut kekurangan administrasi yang sejatinya dapat dilengkapi secara bertahap.

Terkait hal tersebut, para pekerja hingga hari ini masih tetap masuk bekerja secara baik dan profesional, karena secara hukum ikatan kontrak kerja antara RSUD dengan para pekerja lokal masih aktif hingga Desember 2025.

Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 telah menegaskan tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro (UMKM) masyarakat asli Bekasi. Ketentuan ini diatur pada beberapa pasal dalam Bab III, serta secara eksplisit pada Bab IV Pasal 54–55 yang menyatakan bahwa perangkat daerah wajib menggunakan dan mengutamakan barang/jasa serta kemitraan dari usaha mikro masyarakat lokal dalam rangka pemberdayaan warga Kabupaten Bekasi.

Namun, alih-alih memberdayakan, mengutamakan, dan membantu mendorong kemajuan serta pemberdayaan warga lokal, khususnya di Cabangbungin dan sekitarnya, pihak RSUD justru bertindak sebaliknya. Mereka membuat kontrak baru dan mendatangkan para pekerja serta outsourcing dari luar daerah untuk menggantikan pekerja lokal yang notabene masih memiliki ikatan kontrak hingga Desember 2025.

Puncak konflik antara warga lokal dan pihak luar terjadi pada 31 Juli hingga 1 Agustus 2025. RSUD diduga memaksakan tindakannya dengan cara-cara yang intimidatif dan terkesan represif. Pihak outsourcing luar yang didatangkan RSUD Cabangbungin membawa sejumlah orang dengan memakai seragam bertuliskan Ormas PSHT Madiun. Bersamaan dengan itu, hadir pula beberapa anggota dari kepolisian yang menurut informasi berasal dari satuan Brimob dan Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya, lengkap dengan kendaraan K-9 (mobil berisi anjing pelacak).

Situasi yang menyerupai kondisi darurat ini membuat warga setempat resah. Spontan masyarakat berkumpul di depan RSUD Cabangbungin. Beberapa kepala desa turut hadir, berusaha meredam warga agar situasi tetap aman dan kondusif.

Syamsu Rizal, tokoh pemuda Cabangbungin dan Ketua Gerakan Masyarakat Cabangbungin, menanggapi:

“Sudah tidak benar cara-cara yang dilakukan Direktur RSUD Cabangbungin. Cara seperti ini sangat berpotensi memicu konflik horizontal dan bisa menyebabkan bentrok antara pekerja lokal, warga setempat, dan pihak luar yang didatangkan. Apalagi mereka membawa identitas seragam ormas kedaerahan dari luar Bekasi. Hari itu, kami bersama warga, didampingi beberapa kepala desa dan anggota Mapolsek Cabangbungin, berusaha menemui Direktur RSUD di ruang rapat aula manajemen untuk audiensi. Namun kami kecewa karena dr. Erni Herdiani tidak mau menemui dan enggan diajak berdiskusi. Beliau malah menyuruh seseorang yang mengaku sekretaris pribadi, yang justru mengeluarkan ucapan-ucapan provokatif dan memancing perdebatan.”

 

Sementara itu, Heri Wijaya, SH., MH., tokoh masyarakat sekaligus penasihat hukum Gerakan Masyarakat Cabangbungin menyampaikan:

“Kami sebagai masyarakat punya hak untuk mengeluh dan mengkritik pelayanan RSUD Cabangbungin jika memang ada yang tidak baik. Jangan ditutupi dengan polesan manis. Kita terbuka saja, tidak perlu malu. Ini seharusnya jadi evaluasi dan perbaikan. Apalagi ini menyangkut hak warga atas kesehatan, yang bahkan bisa berdampak pada nyawa manusia.”

“Dalam hal kemitraan dan pemberdayaan, warga Cabangbungin juga punya hak untuk bekerja, berkarya, membentuk dan memberdayakan badan usaha mikro (UMKM). Pemerintah dan perangkat daerah seharusnya membantu, mengayomi, dan mempermudah akses. Jika ada kendala administrasi, harusnya dibantu, dibimbing, bukan langsung dihapus dan dimusuhi. Bagaimana masyarakat Bekasi, khususnya di pelosok utara ini mau maju jika pemerintahnya justru bersikap represif?”

“Sebagai putra asli Cabangbungin, saya sangat miris melihat kondisi seperti ini.”

Menanggapi tindakan oknum yang membawa pasukan Dalmas, Brimob, serta mobil K-9 ke RSUD Cabangbungin, yang sangat meresahkan masyarakat, saat ini warga merasa trauma, takut, dan terintimidasi.

Setelah dilakukan konfirmasi, kedatangan pasukan tersebut diduga kuat merupakan pesanan pribadi dari pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Mereka juga tidak dilengkapi Surat Perintah (Sprint) resmi, serta tidak ada perwira penanggung jawab yang mendampingi.

Untuk mencegah kejadian serupa terulang, masyarakat Cabangbungin menyatakan:

“Kami meminta perlindungan hukum dan telah mengadukan tindakan para oknum tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (PROPAM) Mabes Polri.”

Demikian disampaikan Heri Wijaya, SH., MH., yang saat ini aktif sebagai Lawyer dan Ketua Peradi YLC Bekasi.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *