Legal Standing Pihak Yang Mengaku Kuasa Hukum Direktur RSUD Cabangbungin Diragukan

Bekasiseputar indonesia.co.id – Polemik dugaan malpraktik dan buruknya pelayanan di RSUD Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, makin memanas. Alih-alih menyampaikan klarifikasi atau menunjukkan iktikad baik kepada masyarakat, pihak RSUD justru memilih jalur perlawanan dengan menggandeng seseorang yang mengaku sebagai kuasa hukum Direktur RSUD, Selasa (5/8/2025).

Berbagai kritik tajam yang datang dari tokoh masyarakat, warga sekitar, hingga keluarga korban dugaan malpraktik, tidak ditanggapi dengan langkah perbaikan konkret oleh pihak rumah sakit. Justru muncul respons berupa bantahan dan sikap defensif, seolah-olah publik yang menyuarakan kekecewaan dianggap sebagai lawan.

Padahal, dalam sistem demokrasi, pejabat publik memiliki kewajiban moral dan etika untuk menanggapi kritik masyarakat secara konstruktif. Bukan menghindar, apalagi menganggap kritik sebagai serangan balik. Kritik adalah bagian dari kontrol sosial, dan respons terbaik terhadapnya adalah introspeksi dan perbaikan pelayanan.

Namun yang terjadi sebaliknya. Seorang yang mengaku advokat dari salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Bekasi, bernama Zulkifli, muncul ke publik dan memberikan pernyataan sebagai kuasa hukum Direktur RSUD Cabangbungin, dr. Erni Herdiani.

Saat dikonfirmasi oleh awak media, dr. Erni mengakui bahwa segala urusan hukum telah diserahkan kepada kuasa hukumnya. Namun, keabsahan legal standing Zulkifli yang mengaku sebagai kuasa hukum atas nama lembaga RSUD, justru menuai pertanyaan serius.

Muhammad Andrean, S.H., advokat dari Peradi (di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M.), yang menjadi kuasa hukum salah satu korban dugaan malpraktik RSUD Cabangbungin, menyampaikan keraguannya atas kapasitas hukum Zulkifli.

“Saya sudah membaca surat kuasa yang beredar, dan di sana tidak tertulis bahwa Zulkifli bertindak atas nama Direktur dalam kapasitas jabatannya mewakili institusi RSUD. Surat itu hanya menyebutkan sebagai kuasa hukum dr. Erni Herdiani secara pribadi. Ini jelas berbeda. Kuasa personal dan kuasa institusional harus dibedakan secara tegas,” ujar Andrean.

Tak hanya itu, Andrean juga menyoroti bentuk surat kuasa yang disebut bersifat umum, bukan khusus, sebagaimana seharusnya dalam pendampingan hukum seorang advokat. Ia mempertanyakan kompetensi Zulkifli dalam menyusun surat kuasa yang tepat secara formil.

“Apakah saat mengikuti PKPA dan UPA, dia tidak diajarkan bahwa surat kuasa advokat dalam penanganan perkara harus bersifat khusus? Jangan-jangan dia bukan advokat? Nanti tim hukum kami akan menelusuri hal ini lebih lanjut,” tegasnya

Andrean juga mempertanyakan legalitas penggunaan lembaga bantuan hukum (LBH) untuk mendampingi seorang pejabat negara. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, LBH dikhususkan bagi masyarakat miskin secara non-profit (pro bono), bukan untuk pihak yang mampu secara ekonomi dan menduduki jabatan tinggi seperti direktur RSUD.

“Kalau dr. Erni benar menggunakan LBH, maka harus jelas, apakah pendampingan itu gratis dan disertai SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)? Saya rasa, seorang direktur RSUD tidak masuk dalam kategori masyarakat miskin,” ujar Andrean yang juga menjabat sebagai pengurus DPC Peradi Bekasi dan tergabung dalam Tim Hukum Jabar Istimewa Bekasi, bentukan Gubernur Kang Dedi Mulyadi.

Andrean menutup pernyataannya dengan pesan keras kepada Zulkifli.

“Sebelum banyak bicara dan mengatasnamakan RSUD Cabangbungin, mohon benahi dulu surat kuasa yang digunakan. Jangan sampai mempermalukan profesi advokat yang memiliki martabat sebagai officium nobile,” tutupnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *