Bekasi, SeputarIndonesia – Disaat Presiden Prabowo dan pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan untuk melakukan efisiensi dan penghematan dalam penggunaan anggaran yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan masyarakat langsung, justru Pemerintah Kota Bekasi melalui Sekretariat Daerah Kota Bekasi memiliki anggaran makan minum hampir mencapai 1.5 milyar rupiah. dinilai sejumlah masyarakat telah membuat pemborosan.
Pertanyaan kritis pun mencuat, apakah ini bentuk pemborosan? Dan lebih jauh lagi, apakah anggaran sebesar itu sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto kepada seluruh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, demikian ungkap Iqbal Daut Hutapea Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia.
Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bekasi tercatat mengalokasikan belanja makan dan minum sebesar Rp 1.486.842.000 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Data tersebut tertuang dalam laman Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Anggaran untuk makan minum yang nilainya nyaris Rp 1,5 miliar tersebut dialokasikan hanya untuk konsumsi rapat dan kegiatan seremonial Sekda Kota Bekasi selama Januari hingga Desember 2025. Jika dirata-rata, setiap harinya pemerintah menggelontorkan sekitar Rp 3,6 juta hanya untuk urusan konsumsi., jelas beberapa pengamat kebijakan penggunaan anggaran.
Kesenjangan kebijakan anggaran ini makin terasa ketika dibandingkan dengan program-program substansial. Pada 2023, Pemerintah Kota Bekasi menjalankan setidaknya 137 program, salah satunya adalah program perlindungan khusus anak.
Ironisnya, program yang seharusnya menyentuh langsung kelompok rentan ini hanya diberi anggaran Rp 1,4 miliar, jumlah yang nyaris setara dengan belanja konsumsi rapat Setda.
Dengan jumlah penduduk hampir 3 juta jiwa, alokasi anggaran untuk perlindungan anak sebesar itu tampak seperti formalitas belaka. Tak heran jika penanganan kasus kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual, dan layanan pemulihan psikologis terhadap korban berjalan tidak maksimal.
Kebijakan anggaran ini mencerminkan tidak memiliki rasa empati dan cara pandang pengambil kebijakan, baik di DPRD maupun Pemkot Bekasi terhadap isu kemanusiaan. Alih-alih memanusiakan manusia, kebijakan yang diambil justru melanggengkan budaya lips service. Slogan “Kota Bekasi Ramah Anak” tak lebih dari jargon kosong tanpa orientasi nyata terhadap perlindungan anak.
Kecurigaan publik atas keberadaan anggaran siluman pun mencuat. Anggaran yang setiap tahun dianggarkan tapi tak berdampak nyata, seringkali hanya berujung pada kegiatan seremonial. Tak lupa publik masih mengingat bagaimana anggaran karangan bunga pernah menyita perhatian karena nilainya yang fantastis.
Efisiensi bukan sekadar retorika. Ketika uang rakyat lebih banyak dihabiskan untuk konsumsi dan bunga ketimbang untuk perlindungan anak dan pelayanan publik esensial, maka yang sedang berlangsung adalah pemborosan yang disengaja dan disahkan.
Lebih lanjut diungkapkan oleh Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia yang melakukan investigasi dan monitoring dalam kebijakan penggunaan anggaran belanja pemerintah daerah Kota Bekasi TA 2025.
Pemerintah Kota Bekasi terkesan mengabaikan dan tidak menjalankan kebijakan serta arahan Presiden Prabowo dalam menjalankan kebijakan untuk melakukan efisiensi dan pengetatan anggaran belanja yang tidak dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Ungkap Iqbal Daut.
Sementara itu Sekda Pemerintah Kota Bekasi, Drs. Junaidi, saat diminta komentar dan konfirmasi nya atas permasalahan tersebut, hingga berita ini dirilis, saat dihubungi melalui saluran WhatsApp belum memberikan respon dan komentarnya. *( R ).