Janji Kosong PT. Mekarjaya Wanayasa Putra: Tujuh Calon Penghasil Devisa Negara Terkatung-katung.

Cilacap, O4 Juli 2025 – Tujuh Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang merupakan calon-calon penghasil devisa negara bagi Indonesia, terus terkatung-katung dalam ketidakpastian.

Mereka menghadapi dugaan kerugian serius akibat praktik tidak adil yang dituduhkan kepada PT. Mekarjaya Wanayasa Putra.

Mediasi pertama yang difasilitasi oleh P4MI Cilacap pada 3 Juli 2025 sayangnya tidak membuahkan hasil.

Pihak perusahaan terus berlindung di balik alasan akan “berembug dengan tim,” sebuah janji yang seolah tak berujung.

Para PMI—Erna Marlina, Ratman, Sarikan, Gilang Yani Setiawan, Nidia Daffi Nurrachman, Buji Mukaluk, dan Hendrik Wijayanto—mengungkapkan kekecewaan mendalam mereka.

Mereka merasa diabaikan oleh perusahaan yang berupaya lepas tanggung jawab dengan dalih tidak mengetahui tindakan kepala cabang mereka, Sarwan, padahal Sarwan adalah bagian integral dan representasi perusahaan itu sendiri.

Ibu Iis Susanti, Direktur Utama PT. Mekarjaya Wanayasa Putra, memang menyatakan kesediaan perusahaan untuk bertanggung jawab.

Namun, pernyataannya selalu diiringi permintaan waktu untuk “berdiskusi internal” terkait pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh Sarwan.

Perusahaan juga telah melaporkan kasus dugaan penggelapan dana ke Polda Jawa Tengah, dengan Sarwan sebagai terlapor.

Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada langkah konkret atau tanggapan resmi yang jelas dari PT. Mekarjaya Wanayasa Putra terkait tuntutan ganti rugi para PMI.

Ini jelas menunjukkan kurangnya itikad baik perusahaan dalam menyelesaikan masalah ini.

Para PMI menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan hanya sebatas ganti rugi materiil.

Lebih dari itu, mereka menuntut keadilan, transparansi, dan pertanggungjawaban penuh dari PT. Mekarjaya Wanayasa Putra.

“Sebagai calon penghasil devisa negara, kami berharap kisah kami menjadi pengingat pentingnya perlindungan bagi pekerja migran,” ungkap salah seorang PMI dengan tegas.

Mereka berharap kasus ini menjadi pembelajaran berharga agar kejadian serupa tidak terulang, dan mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih perusahaan penyalur kerja ke luar negeri.

Jangan sampai tergiur iming-iming gaji tinggi tanpa memverifikasi kredibilitas dan legalitas perusahaan, sebab ini adalah kunci untuk menghindari eksploitasi dan penipuan.

Menanggapi kasus ini, Bapak Pujiono dari BP3MI Jawa Tengah, yang dihubungi awak media melalui pesan singkat WhatsApp, menegaskan kesiapannya untuk mengambil langkah tegas.

Jika perusahaan terus mengabaikan panggilan kedua dan ketiga dengan alasan yang sama, BP3MI Jawa Tengah tidak akan ragu merekomendasikan peninjauan ulang, atau bahkan pencabutan izin kantor cabang PT. Mekarjaya Wanayasa Putra kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah.

Bapak Pujiono menekankan komitmen BP3MI Jawa Tengah untuk melindungi PMI dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

Mediasi kedua akan segera dilakukan, dengan harapan dapat menghasilkan solusi yang adil bagi para PMI.

Kasus ini kembali menyoroti pentingnya perlindungan pekerja migran Indonesia, terutama mereka yang berpotensi besar menjadi penghasil devisa negara.

Perjuangan ketujuh PMI ini adalah pengingat keras akan pentingnya kewaspadaan dan pengawasan ketat bagi mereka yang ingin bekerja di luar negeri.

Awak media berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan keadilan tercapai bagi para PMI.

Semoga kisah ini menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak dan mengingatkan kita semua tentang urgensi perlindungan dan pengawasan yang lebih baik terhadap sektor Pekerja Migran Indonesia di masa mendatang.(TG)

Tim”Redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *