Hukum  

Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Ringan di Indonesia, Serta Mengurangi tingkat recidivism.

Nama: Piter Berkat Harapan Ndraha.

Instansi: Unversitas Pamulang (Fakultas Hukum).

Tangerang – Restorative Justice adalah suatu pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan, rekonsiliasi, dan restorasi hubungan yang telah rusak akibat dari tindakan kriminal yang dilakukan seseorang yang dimana pendekatan ini menekankan upaya untuk mengatasi akar masalah dan dampak psikologis, sosial, dan emosional yang dihasilkan oleh tindakan kriminal, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat secara keseluruhan.

Penyelesaian perkara dengan cara Restorative Justice ini harus bersifat adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga serta para pihak yang terkait dalam suatu tindak pidana, sehingga tujuan utama dari restorative justice adalah mencapai kesepakatan yang adil dan seimbang bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus kriminal tersebut.

Hukum pidana merupakan suatu ultimum remedium yang dimana istilah ini mengaju pada upaya terkahir dalam pemberian sanksi pidana dalam penegakan hukum sehingga memunculkan proses penyelesaian perkara diluar sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) atau lebih dikenal dengan restorative justice.

Secara historis, istilah restorative justice diciptakan pada tahun 1977 oleh seorang psikolog yang bernama Albert Eglash, namun sebagai suatu konsep dan pendekatan dalam sistem peradilan, istilah itu baru mengalami intensitas pembahasan sejak dua dekade yang lalu seiring dengan berkembangnya kajian terhadap korban yang dikenal dengan ilmu viktimologi.

Di indonesia penerapan restorative justice sudah mulai dilaksanakan terutama dalam penyelesaian kasus-kasus tindak pidana ringan sehingga restoratif justice memiliki peran yang sangat penting yaitu :
1. Sebagai alternatif penyelesaian kasus tindak pidana ringan yang dimana Restorative justice dapat menjadi alternatif penyelesaian kasus tindak pidana ringan yang lebih manusiawi dan berfokus pada pemulihan dan rekonsiliasi antara pelaku, korban, dan masyarakat.

2. Sebagai pendekatan yang melibatkan partisipasi langsung dari pelaku, korban, dan masyarakat dalam menyelesaikan kasus tindak pidana ringan, sehingga dapat menciptakan kesepakatan yang adil dan seimbang bagi semua pihak yang terlibat.

3. Sebagai pendekatan yang dapat mengurangi beban kerja sistem peradilan pidana dengan menyelesaikan kasus tindak pidana ringan secara cepat dan efektif melalui mediasi dan dialog antara pelaku, korban, dan masyarakat.

4. Sebagai pendekatan yang dapat mengurangi tingkat recidivism atau kecenderungan pelaku untuk melakukan tindak pidana kembali, karena pendekatan ini lebih berfokus pada pemulihan dan rekonsiliasi daripada hukuman yang hanya berfokus pada penghukuman pelaku.

Dasar hukum restorative justice pada perkara tindak pidana ringan termuat dalam beberapa peraturan berikut ini:
1. Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)
3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
4. Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Restorative Justice
5. Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan umum Nomor 301 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan
6. Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif
7. Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dengan adanya restorative justice pada sistem hukum indonesia diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, meningkatkan keadilan bagi korban, serta Mengurangi tingkat recidivism.
(Red/at).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *